Mohon tunggu...
sam
sam Mohon Tunggu... Lainnya - peace and harmony enthusiast

just an ordinary student (a learner) | peace and harmony enthusiast I blog (often in English) too on https://sustainableharmony.wixsite.com/blog

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dualisme Keharmonisan Islam dalam "Maaf"

24 Mei 2020   15:28 Diperbarui: 24 Mei 2020   17:16 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
weekenderbarhain.com

Keharmonisan, identik dengan keselaran; atau keserasian. Artinya, keharmonisan adalah sebuah kondisi dalam 'hubungan' antar satu dengan yang lain, terlepas pada ‘apa’ atau ‘siapa’. Ada hal-hal di dunia ini -atau bahkan memang segala hal di dunia- yang diciptakan oleh sang Pencipta secara berpasang-pasangan dalam perbedaan untuk mencipta hubungan yang harmonis. Dalam Agama Islam, esensi keharmonisan ternarasi dalam Surah Ar-Rum ayat 21:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,”

Keharmonisan tidak terdoktrin hanya dalam ruang keagamaan saja. Seorang ilmuwan Inggris, Paul Dirac, pernah meraih Nobel fisika pada 1993 melalui temuannya yang disebut Parite. Penemuan itu mengungkapkan bahwa materi diciptakan berpasangan, seperti halnya elektron dan proton. Dirac mengatakan bahwa ‘setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat,”.

Penemuan Dirac tersebut sekaligus menegaskan bahwa keharmonisan tidak hanya ihwal hubungan antar manusia saja. Dalam Alquran pula, Surah Ya Sin ayat 36 menyematkan firman Tuhan yang mengungkapkan bahwa:

“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh Bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui,”

Oleh karenanya, di dunia ini ada siang dan malam, ada terang dan gelap, ada kiri dan kanan, serta ada dua pasang mata, dua pasang tangan dan kaki, ada anak kecil dan ada orangtua. Ibnu Katsir juga pernah menyampaikan bahwa:

“Setiap makhluk itu berpasang-pasangan. Ada matahari dan bumi. Ada malam dan ada siang. Ada matahari dan ada rembulan. Ada daratan dan ada lautan. Ada terang dan ada gelap. Ada iman dan ada kafir. Ada kematian dan ada kehidupan. Ada kesengsaraan dan ada kebahagiaan. Ada surga dan ada neraka. Sampai pada hewan pun terdapat demikian. Ada juga jin dan ada manusia. Ada lelaki dan ada perempuan. Ada pula berpasang-pasangan pada tanaman.”

Sebagaimana juga mungkin ada kejahatan dan kebaikan, ada benci dan ada kasih, ada permusuhan dan perdamaian -yang masing-masingnya berharmoni, tidak berfungsi hanya satu arah melainkan saling berselaras. Begitu pula dalam ‘maaf’ ada meminta dan mengampunkan. Maaf-memaafkan juga tidak berlaku hanya antar seseorang dengan orang lain, namun juga antara seseorang dengan dirinya sendiri, juga dengan Tuhannya.

Maaf adalah sebuah lawan yang sangat kuat untuk banyak sisi negatif yang terdapat di dunia. Maaf, mampu berserasi dengan kebencian, dendam, permusuhan, kesedihan, kekecewaan, dan atau kejahatan, lantas merangkai harmoni. Maaf pula adalah sebuah pasangan yang sangat resistan dalam kasih, cinta, perdamaian, dan kebaikan. Maaf, mampu mencipta dan menjaga harmoni dalam segala sesuatu.

Dalam agama khususnya, maaf-memaafkan merupakan sifat terpuji dan bagian dari akhlak mulia yang diperintahkan oleh Tuhan. Dalam Alquran Surah al-A’raaf ayat 199, Allah berseru: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf (kebaikan),”. 

Maaf, bahkan dapat dikatakan merupakan salah satu pondasi dalam keharmonisan suatu hubungan, sebagaimana disampaikan dalam Surah al-Imraan ayat 159: “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka”. Lebih jauh lagi, maaf adalah pondasi kemanusiaan; toleransi; dan perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun