Mohon tunggu...
Hanif Gustav
Hanif Gustav Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Hanif Gustav Mahasiswa tingkat 3 spesialisasi Akuntansi Kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ( PKN STAN ) hanifgustav16.blogspot.com twitter : @hanif_gustav | IG : @hanifgustav

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Filosofi Hewan

25 Januari 2016   09:48 Diperbarui: 25 Januari 2016   10:02 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar itu dan terdapat angka 3 di pintunya, aku kembali memulai hariku dengan rasa syukur. Kembali hidup setelah terjatuh dari alam imajinasi warna warni yang menyejukan hati dan menyegarkan kelelahan badan. Setengah tersadar dari alam imajinasi itu, terlinmtas di pikiran ini akan sesuatu yang menarik untuk dibicarakan. Seolah detak jam dinding itu mengingatkan untuk segera menumpahkannya dalam sebuah karya sebelum using terkikis masa.

Wadah untuk berimajinasi ini kembali membuka tabir kenangan seolah ingin kembali mengulang waktu yang sudah terlewati. Teringat akan otak ini sebuah momen dimana kesejukan dan desiran ombak pantai itu menyapa. Tatkala aku sedang duduk termenung di sebuah bangku peristirahatan dan melihat makhluk hidup ciptaan Tuhan. Tatkala aku menggerakan jariku ingin membunuh makhluk yang ku anggap kecil itu. Tapi, ia tidak mati melainkan terus berusaha untuk hidup dan menahan sakitnya kekejian makhluk sempurna ciptaan Tuhan yang Maha sempurna.

Aku bukanlah seekor Semut. Tidak, aku tidak sekecil itu. Aku adalah makhluk yang lebih besar dan lebih kuat. Aku makhluk sempurna atas segala makhluk. Tapi pantaskah kita berkata dengan begitu arogan? Kesempurnaan itu berarti hampa karena kekerdilan perspektif dan tekad. Harusnya kita malu dengan Semut itu. Kekerdilan yang dimiliki bukan merupakan halangan bagi mereka untuk terus bertekad. Menyedihkan memang ketika di Negara tercinta ini, para makhluk sempurna itu tidak mau berkaca dan berfilosofi pada makhluk kecil, Semut contohnya. Melihat lagi dengan mata telanjang, seharusnya kita menyadarinya. Semut selalu bersama dalam mencapai tujuan mereka. Tidak pernah terpecah belah dalam menjalani kerasnya kehidupan rimba ini. Kita harus banyak belajar lagi bagaimana kebersamaan itu mampu membuat harmonisasi indah. Faktanya, mereka bukanlah makhluk yang sempurna. Sekarang, tanyalah dirimu sendiri! Pantaskah kita menyombongkan diri dengan kesempurnaan ketika setiap permasalahan memecahbelakan kita?

Ku telusuri lagi setiap sudut alam ciptaan Tuhan Yang Maha Indah ini. Sejauh mata memandang terpapar air asin kecoklatan menjauh dan terus menjauh mencapai titik cakrawala. Kemilau kuning keemasan terlukis di biru nya langit menambah kedamaian hati serta perlahan kembali membuka tabir masa lalu yang ingin sekali aku lupakan. Terbang melayang menembus ruang hampa seakan ingin menyadarkan sesuatu, aku bukanlah Merpati.

Jinak-jinak merpati, begitu kata orang. Perumpaan yang seakan ingin mendiskripsikan pun mendiskriminasikan kaum hawa. Makhluk lembut ciptaan Tuhan itu sudah lama terkenal akan kesetiaannya sepanjang masa. Tuhan sebenarnya ingin manusia berkaca pada makhluk lain ciptaan-Nya, Merpati contohnya. Ku telusuri lagi dan faktanya Merpati hanya punya satu pasangan seumur hidupnya. Merpati tau caranya bersyukur akan perasaan indah dan menggebu-gebu yang manusia biasanya menyebut dengan istilah cinta. Ia menghargai pasangannya sebagai wujud penghargaan atas keesaan Tuhan. Kesetiaannya terus teruji bak ombak yang ingin mencapai tepi, meski tertaih-tatih dan tak pernah mampu untuk di raih. Faktanya, mereka bukanlah makhluk yang sempurna. Sekarang, tanyalah pada dirimu sendiri! Pantaskah kita menyombongkan diri dengan kesempurnaan ketika setiap masalah yang datang mampu meruntuhkan komitmen kesetiaan yang dijanjikan dengan pasangan?

Kejenuhan mata ini memandang seolah tak berarti banyak ketika di sudut pasir putih terlihat sepasang kekasih, memadu kasih dan janji putih. Mengabaikan hiruk pikuk manusia yang lewat dihadapannya meyakinkan diri jika dunia ini milik mereka berdua. Bak pelangi di malam hari tersingkap jelas kebutaan mereka ketika Dewa Amor menancapkan panah asmara di hati mereka berdua. tatapan nanar itu memandang dengan pengharapan agar mereka mampu seperti burung Bangkai Hitam.

Terdengar mengerikan memang dari namanya, Bangkai Hitam. Tapi Tuhan selalu menyisipkan filosofi penuh misteri untuk setiap makhluk ciptaan-Nya. Setali tiga uang dengan Merpati, kesetiaan mereka teruji. Menembus ruang dan waktu dan tidak terpakailah hukum gravitasi. Kesempurnaan yang membutakan itu akhirnya terpatahkan dengan kehadiran Bangkai Hitam. Kesetiaan mereka terhadap pasangan telah teruji oleh para ilmuwan pun mereka tidak memiliki pesona yang rupawan. Seolah menampar dengan kenyataan menyedihkan bahwa kesempurnaan itu lahir dari ketidaksempurnaan. Menyadarkan arogansi manusia atas kesempurnaan bahwa pesona yang rupawan bukanlah jaminan sebuah kesetiaan. Sekarang, tanyalah dirimu sendiri! Pantaskah kita menyombongkan diri dengan kesempurnaan ketika tampang rupawan bukanlah jaminan kesetiaan?

Terpecah sudah lamunanku seiring dengan hentakan keras ombak. Belum puas aku termenung mengagumi dan mempelajari setiap detail ciptaan Tuhan. Aku ingin belajar lagi dari filosofi tersirat ini. Imajinasi menuntunku untuk berusaha menyadari setiap keindahan itu yang  tersingkap oleh tabir misteri. Menarik untuk ditelusuri, dikaji dan dipahami. Terpapar jelas tergambar diangkasa gumpalan tebal berwarna putih. Seputih kasih dan cinta Tuhan kepada setiap makhluk-Nya. Meneduhkan lamunan, menyejukan jiwa seraya aku memandang ke angkasa dan menyadari jika aku pun bukanlah Angsa.

Makhluk dengan leher panjang yang terkenal sebagai simbol cinta sejati. Sayangnya makhluk sempurna terlalu buta dan arogan untuk belajar. Hanya paruhnya yang dipelajari manusia seakan ingin terus mengikuti perkembangan era. Angsa, makhluk ini ciptaan Tuhan yang seolah ingin merubuhkan kearogansian manusia dengan berjuta hikmah. Kesetiaan dan kecintaannya terhadap pasangannya adalah bukti cintanya kepada Tuhan Yang Maha Mencinta. Angsa tau caranya berterima kasih atas pemberian Tuhan berupa kekasih dan menjaganya. Siap mati demi melindungi kekasih pun mengajarkan, inilah cinta sejati. Sekarang, tanyalah pada dirimu sendiri! Pantaskah kita menyombongkan diri dengan kesempurnaan ketika setiap diuji, kita menghitamkan cinta putih, menghinakan komitmen suci dan mendustakan cinta sejati?

Lelah terasa memikirkan ini semua. Tapi aku masih belum puas untuk terus mempelajarinya. ‘Setiap yang ada di dunia ini pastilah tercipta dengan hikmah dan bukanlah sia-sia!’ kutatap barang kecil mengeluarkan cahaya ciptaan tangan ahli makhluk sempurna. Kulihat dengan seksama dan terhenyak seketika. Gajah, aku ingin seperti Gajah.

Besar fisiknya sebesar ingatannya akan suatu peristiwa. Mendetail dan tertata rapi sama persis dengan alam ciptaan Tuhan. Mungkin hanya Gajah lah yang paling menyadari dan tau berterima kasih. Gajah terbukti mampu mengingat setiap memori yang telah ia lewati. Sebagai rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Mengamati. Setiap kenangan, manis pahit, adalah pelajaran bagi mereka seolah ingin mengajarkan makhluk sempurna caranya berterima kasih. Banyaknya ego dan arogansi membutakan manusia atas peristiwa awal mula. Kacang lupa kulit. Kita yang mengaku makhluk sempurna dibutakan oleh ketidaksempurnaan. Setitik noda di kertas putih, hanya itulah yang bisa kita lihat. Mendustakan keputihan kertas dan kenyataan bahwa tiada manusia yang terlepas dari dosa. Mari sejenak menundukkan kepala dan memejamkan mata. Segarkan kembali ingatan kita dan sucikan hati ini. Keburukan yang berlalu, ikhlaskanlah. Kebaikan yang telah berlalu, syukurilah. Sekarang, tanyalah pada dirimu sendiri! Pantaskah kita menyombongkan diri dengan kesempurnaan ketika kita selalu mendustakan kebaikan dan menjelaskan hanya keburukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun