Mohon tunggu...
Hanif Galih Pratama
Hanif Galih Pratama Mohon Tunggu... Bankir - Economist, Traveler, Writer

Senang melihat berbagai hal dari sudut pandang ekonomi-sosial.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seandainya Pandemi Tak Kunjung Usai

19 Juli 2021   14:18 Diperbarui: 19 Juli 2021   14:35 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbicara soal pembatasan mobilitas rasanya sudah muak masyarakat dibuatnya. Bukan hanya perkara bosan, tapi juga perkara isi perut yang terancam tidak bisa makan apabila pergerakan dibatasi. Tidak bisa bergerak berarti tidak bisa bekerja, dan tidak bisa bekerja berarti tidak bisa makan. Sebagian dari kita yang masih beruntung dapat bekerja dari rumah tanpa pengurangan gaji, mungkin hanya dihadapkan dengan perkara kebosanan saja. Namun sayangnya, previlage itu tidak banyak diperoleh oleh sebagian besar penduduk  Indonesia.

Jikalau pandemi ini berlangsung dengan waktu yang sangat lama, untuk kasus ini pilihannya ada 2: beradaptasi dengan pekerjaan baru yang bisa dilakukan secara remote atau pindah ke tempat baru. Ada kemungkinan, meskipun possibility nya masih rendah saat ini, bahwa masyarakat di Jawa akan migrasi keluar pulau menuju kota yang lebih tidak padat penduduk. Mengapa? agar lebih aman dari penularan virus dan agar pergerakan fisik tak lagi terbatasi. Fenomena ini seperti halnya fenomena transmigrasi zaman orde baru dulu, namun dilakukan atas dasar paksaan pandemi bukan atas kebijakan pemerintah. 

Transmigrasi edisi pandemi ini mungkinkan terjadi karena dukungan jaringan internet yang memudahkan penduduk yang bisa bekerja dari rumah untuk tinggal dimana saja. Tempo hari ada tren "gaji Jakarta, biaya hidup  Jogja" bukan tidak mungkin akan meluas ke berbagai daerah lain. Tinggal bagaimana kita mau berkompromi dengan kehidupan ekonomi sosial yang tentu sangatlah berbeda jika dibandingkan hidup di Jawa.  

Apabila transmigrasi ini betul terjadi, saya kira dampak jangka panjangnya akan sangat baik untuk pemerataan pembangunan di Indonesia yang selama ini banyak terkonsentrasi di wilayah barat. Kepadatan penduduk yang lebih tersebar rata, dengan income yang lebih kompetitif melalui skema work from home, akan menjadi stimulus untuk mendorong perekonomian daerah.

4. Luxury Tourism

Sektor pariwisata menjadi sektor yang paling terpukul dengan adanya pandemi Covid-19. Disaat sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan, industri manufaktur, dan keuangan mulai menunjukan arah pemulihan, sektor pariwisata sepertinya masih harus gigit jari. Sebabnya sudah jelas, karena produk jasa pariwisata tidak bisa digantikan secara virtual, sehingga pambatasan mobilitas berdampak sangat signifikan.

Kondisi ini tentu bukanlah hal baik bagi Indonesia yang sedang gencar-gencarnya menggalakkan pariwisata sebagai sumber pemasukan devisa. Destinasi pariwisata unggulan seperti Bali, Jogja, Lombok, Labuhan Bajo, terkena pukulan telak dan masih dalam fase recovery hingga saat ini. Industri penerbangan pun juga terkena imbasnya, dan bahkan salah satu maskapai penerbangan Indonesia tengah menghadapi kondisi finansial yang cukup serius akibat krisis pandemi. Kembali ke pertanyaan awal, bagaimana pariwisata Indonesia jika pandemi ini tak kunjung usai?

Menarik (sekaligus miris) untuk melihat bagaimana industri pariwisata bertahan ditengah gejolak krisis kesehatan. Sejauh ini belum ada data statistik resmi yang menunjukan berapa banyak hotel yang tutup permanen, berapa jumlah pekerja yang dirumahkan, atau berapa pesawat yang dipaksa dijual untuk menutupi kerugian. Untuk mempertahankan bisnis, banyak hotel yang banting harga untuk menarik minat pengunjung berwisata. Sebagian hotel cukup beruntung mendapatkan pemasukan sebagai fasilitas isolasi pasien Covid-19. Namun perlu disadari, pemberian diskon besar-besaran tersebut tidak akan berlangsung seterusnya. Jikalau cashflow sudah tidak memungkinkan, harga jual harus dipasang ke tarif normal. 

Saat ini demand masyarakat untuk berwisata memang masih rendah, namun bisa jadi akan berangsur meningkat khususnya bagi masyarakat ekonomi kelas menengah-atas yang sudah jenuh akan karantiana. Ditengah supply industri pariwisata yang terbatas dan demand yang mungkin meningkat kedepannya, bukan tidak mungkin pariwisata akan menjadi barang mahal. Hal itu belum lagi didorong oleh meningkatnya biaya operasional untuk menjalankan protokol kesehatan dan berkurangnya tingkat okupansi fasilitas wisata guna mendukung penerapan physical distancing.

5. Berkurangnya Populasi Penduduk?

Meskipun terdengar obvious, sepertinya untuk yang terakhir ini masih perlu pendalaman dari data kependudukan yang akan tersedia kelak. Krisis kesehatan berdampak nyata terhadap kematian ribuan orang yang tidak terselamatkan. Sekilas memang sepertinya populasi penduduk dunia akan berkurang. Namun saya masih menunggu bagaimana dampak krisis pandemi ini berdampak pada jumlah kelahiran yang bisa jadi justru meningkat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun