Mohon tunggu...
Hanifa Rahmawati Rachman
Hanifa Rahmawati Rachman Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah caraku agar tetap waras.

Maafkan masa lalu. Merdekakan hatimu, biar waras!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ibu Sekolah Pertamaku: Menjadi Hamba dan Manusia

6 Desember 2020   16:01 Diperbarui: 6 Desember 2020   16:25 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Piring bisa dibeli. Kalau tangan yang terluka, gimana?

Kalimat tanya dari mamaku bermakna dalam. Sampai sekarang, aku masih dibantu olehnya untuk mencintai diriku sendiri. Ia peran utama dalam hidupku. Yang membuatku hidup, bertahan hidup.

Ya, banyak hal yang aku pelajari sejak kecil. Ilmu-ilmu itu aku gunakan hingga sekarang. Kapan kalian belajar mencuci pakaian? Setelah lulus sekolah menengah atas? Waaah! Jika iya, aku ingin menceritakan kisahku dengan bangga.

Aku belajar mencuci pakaian sejak kelas satu sekolah dasar. Mama membuat perjanjian denganku, sepatu dan pakaian dalam adalah kewajibanku. Dan pakaian-pakaian yang cukup besar ukurannya bukan tanggung jawabku. Setiap hari minggu, aku akan dengan senang hati memulai hari dengan mencuci sepatu.

Kamu tahu? Mamaku bilang, cuci dari bagian atas, sikat dari yang paling depan, tempat di mana jari-jari kaki kita bersembunyi. Lalu berlanjut ke samping kiri dan kanan sepatu. Terakhir bagian telapak kaki alias bagian paling belakang sepatu. 

Begitu  urutan mencuci sepatu. Untuk pakaian dalam, aku melihat bagaimana mama mencucinya, lalu aku lakukan hal yang sama saat mencuci. Pastikan pakaian dalam keadaan terbalik adalah ilmu dasar sebelum pakaian kotor disimpan ke tempat cuci. Entah kelas berapa SD, tetapi, aku juga mulai mencuci seragam. Ingat! mulai dari kerah baju. Itu pelajaran penting dari ilmu mencuci baju.

Mencuci sesuai urutan dan menjaga komitmen untuk mencuci sepatu setiap minggu itu tidak mudah. Aku mencuci pakaian dalamku setiap minggu. Tetapi sepatu? Aku bahkan bisa tak mencucinya selama tiga minggu berturut-turut. Apakah mama lantas mencucinya untukku? Tidak. Sama sekali tidak. Jika sepatunya kotor, aku yang akan merasa tak nyaman saat pergi ke sekolah.

Lalu?

Aku belajar menjaga komitmen. Aku sadar, bahwa menjaga konsistensi dalam keseharian adalah hal yang sulit jika tak dilatih. Jika tidak biasakan. Jika tidak pernah dimulai. Dan aku memulainya berkat mamaku.

Dalam hal belajar, mama nyaris tak pernah mengingatkanku akan belajar. Karena secara sadar dan mandiri aku akan mengerjakan PR-PR ku di kamar, dalam kondisi masih berseragam dan tak mau makan jika belum selesai. Tetapi soal salat, aku diingatkan terus menerus. Bahkan sampai hari ini, hari di mana aku berbagi kisah ini dengan kalian.

Mamaku adalah guru. Ia adalah orang tua tunggal. Saat melaksanakan salat ia adalah imam bagiku. Meskipun bacaan salat dzuhur dan ashar  harusnya pelan, mamaku selalu membacanya dengan suara yang cukup nyaring. Hingga aku yang berdiri di sampingnya, bisa mendengar dengan jelas. Begitu caraku menghapal bacaan salat. Mama juga membawaku ke guru mengaji dan ketika aku pulang, ia akan bertanya dan mendengar ulang bacaan mengajiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun