Mohon tunggu...
Hanifah Eka Nurcahyani
Hanifah Eka Nurcahyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Journalism Blogger

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini: Jalan Keluar atau Jebakan?

22 Juni 2021   05:43 Diperbarui: 22 Juni 2021   05:55 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media massa memiliki posisi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Media massa berperan sebagai komunikator dalam komunikasi massa. Pada masa sekarang, media dapat dijangkau oleh masyarakat secara luas. Media massa dapat menciptakan perubahan atau sangat berpengaruh melalui pesan-pesan berupa informasi, pendidikan maupun hiburan. 

Oleh karena itu, media massa memiliki dampak positif dan negatif pada media sosial. Meskipun berperan penting, masyarakat juga harus mengerti aturan dan hukum-hukum dalam media. Media menjadi perantara atau penghubung masyarakat dalam berkomunikasi. Jenis-jenis media massa terdapat media elektronik, media cetak dan media online. Media elektronik seperti televisi dan radio, media cetak seperti buku, majalah, koran, dan lain-lain, media online seperti artikel, website, media sosial dan lain-lain. 

Media sosial menjadi media yang paling aktif dan berpengaruh terhadap aktifitas masyarakat serta sangat mudah menarik perhatian masyarakat. Media sosial juga dapat dengan mudah digunakan masyarakat untuk berkomunikasi, sharing atau berbagi informasi, saling mengapresiasi, mencari relasi atau jaringan, dan lainnya. Masyarakat dapat dengan mudah dan bebas berkomentar, menyalurkan pendapat atau opini dan berbagi informasi. Sayangnya, media sosial tidak dapat mengawasi interaksi dalam berbagai macam media sosial yang berbeda dengan media massa yang memiliki pengawas seperti Kemenkominfo sebagai pengatur alokasi frekuensi dan komisi penyiaran Indonesia (KPI) dengan Undang-Undang yang tentunya tercantum dalam buku Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran untuk memantau hal-hal di bidang penyiaran. 

Salah satu kasus dalam bermedia massa sempat terjadi kepada Dandhy Dwi Laksono, pendiri WatchdoC yang juga menjadi sutradara film dokumenter Sexy Killers di bulan September 2019 lalu. Ia menjadi tersangka akibat menulis opininya terhadap kerusuhan yang terjadi di Jayapura dan Wamena, Papua. Sebelumnya, Dandhy terkenal aktif di twitter dalam menyuarakan opini dan pemikiran kritisnya. Kuasa hukum Dandhy, Alghiffary Aqsa, menyatakan opini Dandhy yang dimasalahkan ada 2 perkara, yaitu : 

1.Tweet tentang Jayapura. 

Mahasiswa Papua yang eksodus dari kampus-kampus di Indonesia, buka posko di Uncen. Aparat angkut mereka dari kampus ke Expo Waena. Rusuh. Ada yang tewas. 

2.Tweet tentang Wamena 

Siswa SMA protes sikap rasis guru. Dihadapi aparat. Kota rusuh. Banyak yang luka tembak. 

Penndiri rumah produksi Watchdoc itu juga mengunggah tiga kalimat terkait Papua dalam tweetnya itu lewat akun @Dandhy_Laksono. 

"1. Mengangkat jenderal Orba. Lima tahun berkuasa tak satupun kasus HAM diselesaikan. 2. Merespon Papua dengan mengirim pasukan dan menangkapi aktivis dengan pasal makar. 3. Membatasi internet, aparatnya razia buku, ikut nyebar hoaks, dan sarat kekerasan," cuit Dandhy di akun twitternya.

 Atas kasus tersebut, Dandhy ditangkap di rumahnya setelah mengunggah dua foto dan beberapa artikel di media sosial. Dandhy diamankan oleh pihak berwajib pada hari Kamis (26/9/19) pukul 23.00 WIB. Namun, Dandhy diperbolehkan pulang meski masih berstatus tersangka. Ia diduga melanggar Pasal 28 ayat (2), jo Pasal 45 A ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 dan Pasal 15 No.1 tahun 1946 tentang hukum pidana. 

Sebelum diamankan, opini Dhandy yang telah tersebar dihujani banyak komentar dan banyak yang mempercayai sebagai hoax semata, meski informasi yang diunggahnya berdasarkan pemberitaan sejumlah media yang kredibel. Dandhy sempat mengaku tidak ada niat untuk menyebarkan kebencian, namun ia berusaha menjelaskan sebuah informasi. Penangkapan Dandhy tersebut mengundang berbagai opini pro dan kontra masyarakat. Dandhy sempat mempertanyakan bagaimana tweet tersebut dapat dikatakan sebagai "memprovokasi" kerusuhan di Wamena, padahal tweet tersebut diposting 5 jam setelah kerusuhan terjadi. Masalahnya tak hanya terdapat pada proses hukum. Dandhy juga menghadapi serangan netizen yang tidak sependapat dengannya tentang tweet tersebut di berbagai media sosial. Dandhy Laksono juga mengatakan serangan-serangan tersebut berasal dari akun-akun anonim maupun akun-akun dengan jumlah followers besar atau influencer. Menurut Dandhy, mereka semua memiliki satu kesamaan tujuan, yaitu terhadap kekuasaan. 

"Aku seperti sedang dilempar ke kerumunan mata yang lapar dan dikeroyok ramai-ramai," kata Dandhy kepada Tirto, Senin (30/9/2019). 

Menurut Dandhy, ia tidak pernah diserang se-masif itu oleh netizen karena image nya yang telah dituding sebagai ‘provokator’. Padahal jika dilihat dari berbagai sudut pandang, banyak juga akun-akun provokator yang berkomentar tentang tweet Dandhy yang menggiring ke arah kebencian. 

"Jadi, iktikadnya sudah terlihat busuk, sistematis, dan memang enggak ada yang lain [motifnya]. Bukan soal Papua. Mereka hanya peduli reputasi saya segera habis," kata Dandhy, yang pernah meliput selama tiga tahun di daerah operasi militer Aceh. 

Dandhy juga sempat mengatakan bahwa ia memiliki beberapa relasi atau kontak di Papua. Sebelum memposting tweet, Dandhy juga mencoba untuk tetap selalu melakukan konfirmasi yang valid ke sejumlah sumber-sumber tersebut, bahkan kadang ia sekedar akan memposting informasi yang telah disampaikan di media. Menurut Dandhy, terdapat korban tewas pertama kali yang terjadi di dalam konflik merupakan fakta yang sudah di verifikasi kebenarannya. Informasi resmi dari pemerintah pun tak bisa di ambil mentah-mentah. 

Praktik perundungan juga pernah diteliti oleh Peneliti Papua dari Human Rights Watch Andreas Harsono yang menilai bahwa bukanlah suatu hal baru mengenai praktik perundungan dan intimidasi terhadap orang-orang yang bicara soal Papua. Biasanya, praktik itu dialami oleh jurnalis lokal Papua, jurnalis asing yang akan meliput dan mengangkat isu tentang Papua, atau pejuang hak asasi manusia. 

Pemerintah Indonesia juga harus tegas dalam memberi sejumlah perlindungan terhadap seluruh warga di Wamena, terlepas dari latar belakangnya. Kepolisian diminta berhenti mengklasifikasi korban sebagai "pendatang" dan "orang asli Papua". Begitu juga karena pada saat ini terdapat sejumlah provokasi oleh sejumlah akun buzzer di media sosial, yang umumnya mengklasifikasikan korban sebagai "pendatang" atau suku tertentu serta menggiring opini negatif untuk mengajak membalas dendam. "Itu bisa memancing kemarahan dari orang-orang yang terafiliasi dengan korban yang ada di sana. Sedangkan kita ketahui korbannya dari dua sisi. Semua ada di situ. Semua. Baik orang asli Papua atau warga pendatang," kata Haeril.

Dalam kasus ini, dapat diambil pelajaran bahwa kita harus mengerti batas kebebasan kita dalam penggunaan media massa, terlebih media sosial serta mengerti dampak dan aturan-aturan hukum dalam bermedia. Kita bebas mengeluarkan pendapat atau opini kita namun jangan lupa untuk di filter terlebih dahulu dalam penggunaan kata serta maksud baik yang tersirat maupun tersurat. Jangan lupa juga bahwa resiko penggunaan media sosial sangatlah besar. Terutama ketika kita adalah public figure yang harus senantiasa memberi yang terbaik kepada penikmat karya kita. Dan tidak menutup kemungkinan ketika kita melakukan satu kesalahan, itu akan dapat berdampak kepada kehidupan nyata kita, tidak hanya di media sosial. Jadi, bijaklah dalam bermedia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun