Mohon tunggu...
Hanifah Akvyola Rahman
Hanifah Akvyola Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Andalas

Hallo!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Generasi Z dan Komunikasi Pembangunan Digital: Dari Target Jadi Kreator

23 April 2025   18:07 Diperbarui: 23 April 2025   18:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Generasi Z aktif menciptakan konten digital melalui berbagai platform media sosial.  Sumber: pexels / [Photo by Kampus Production: https://w

Generasi Z adalah mereka yang lahir di rentang tahun 1997 hingga awal 2010. Generasi ini tumbuh berasa dengan perangkat elektronik, media sosial dan juga budaya digital. Ditengah maraknya TikTok, Instagram, dan Youtube, apakah Gen Z hanya sekedar menjadi konsumen tren digital saja atau bisa menjadi agen perubahan dalam komunikasi pembangunan media digital?

Era digital saat ini, membawa perubahan pada tata cara komunikasi pembangunan media. Sebelumnya, komunikasi pembangunan hanya hadir dalam bentuk penyuluhan desa, siaran radio, dan juga penggunaan media cetak. Namun kini, Generasi Z menyuarakan isu sosial melalui thread Twitter, Video Reels, maupun dalam bentuk petisi daring. Tetapi apakah suara Generasi Z akan cukup terdengar dalam ruang lingkup pembangunan yang masih dikuasai elit dan jargon birokratis?

Melalui penelitian Kusuma et al (2004) menunjukan bahwa media sosial telah mengubah pola komunikasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi lebih pratisipatif. Hal ini memberikan peluang kepada Generasi Z untuk lebih ekspresif dan membangun komunitas digital, dan aktif berkontribusi. Selain itu, Generai Z tidak hanya menyerap informasi yang ada tetapi juga menciptakan narasinya sendiri.

Salah satu contohnya adalah gerakan yang dilakukan oleh TikTok dan Kementrian Kominfo melakukan kampanye #SalingJaga sebagai bentuk edukasi melalui media digital yang ditujukan kepada generasi muda. Pada kampanye ini berfokus untuk melawan disinformasi dan menjaga etika komunikasi di media sosial menjelang dilaksanakannya pemilu 2024 (Suara.com, 2024)

Namun, dalam hal ini juga terdapat tantangan besar bagi Generasi Z. menurut Adnan et al. (2024) mencatat bahwa rendahnya literasi digital dikalangan remaja Indonesia sehingga berpotensi membuat informasi pembangunan mudah untuk dimanipulasi. Oleh karena itu, banyak dari Generasi Z yang terjebak dalam informasi instan dan superfisial, tanpa sempat mengkritisi substansi kebijakan pembangunan yang mereka "like" atau "share".

Kendala lain yang terjadi adalah adanya ketidakpercayaan terhadap institusi formal. Dalam banyak nya survey yang dilakukan oleh Generasi Z menunjukan skeptisisme yang tinggi terhadap pemerintah dan LSM. Jika komunikasi pembangunan yang dilakukan tetap menggunakan bahasa kaku, formal, dan menjauh dari platform digital yang mereka gunakan maka, gap yang terjadi akan semakin melebar.

Solusi yang ditawarkan bukan sekedar "mensosialisasikan" pembangunan melalui sosial media, namun yang dibutuhkan oleh Generasi Z adalah untuk menjadi co-creator komunikasi pembangunan. Seperti yang dilakukan dalam program Smart Village di Aceh (Taufik,2024) pemerintah menggandeng anak muda lokal untuk memproduksi konten pembangunan bukan hanya sekedar menjadi target penyuluhan.

Langkah seperti ini juga bisa dilakukan melalui pelatihan konten berbasis advokasi sosial ataupun beasiswa konten kreator pembangunan. Ini bukan soal "mengajak" Generasi Z memahami pembangunan, tetapi memberi para Generasi Z alat untuk menyuarakan versi pembangunan mereka sendiri.

Di era digital, komunikasi pembangunan tidak bisa lagi berjalan tanpa keterlibatan Generasi Z. Mereka bukan sekedar objek pembangunan atau audiens pasif. Mereka adalah arsitek masa depan yang paham bahasa visual, cepat dan mendalam dalam dunia digital. Tantangannya bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga mengajak mereka menyusun pesan bersama. Jika komunikasi pembangunan ingin relevan, maka ia harus mengikuti ritme generasi ini yaitu cepat, kritis, kolaboratif, dan penuh makna.

Referensi

Penulis : Hanifah Akvyola Rahman (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun