Mohon tunggu...
hanifa hafiza
hanifa hafiza Mohon Tunggu... mahasiswa -

because I love my mother, wherever I am I will fight for her happy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Menurut Porsinya

5 September 2017   19:47 Diperbarui: 5 September 2017   20:12 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagian orang lebih menyukai permainan dibandingkan belajar, katanya sih belajar itu membosankan. Sebagaian orang itu juga termasuk saya. Belajar itu seperti tuntutan untuk menggapai sesuatu yang kita inginkan nantinya. Belajar bukan hanya membaca buku, menulis, mengetik dan lain sebagainya. Sebuah pengalaman dan aktivitas juga bisa disebut belajar. Lebih berfokus kepada anak usia dini ya .....^-^

Anak usia dini tidak bias dipaksa untuk selalu bisa, terkadang kecerdasan anak tidak dapat diukur dari pelajaran saja, kecerdasan anak usia dini bias dilihat dari aspek kognitif, motorik, social emosional, agama dan moral, seni dan bahasa anak. Bila seorang guru hanya melihat kecerdasan anak dari pelajaran saja itu sangat salah.

Banyak anak yang bosan dengan belajar, mungkin orang tua atau guru hanya memakai metode pembelajaran yang monoton sehingga anak tidak tertarik untuk lebih ingin tau. Banyak sekali metode pembelajaran yang mendukung belajar anak usia dini.

Menurut buku Psikologi belajar PAUD yang dikarang oleh Suyadi, MPd.I, kecerdasan anak tidak hanya diukur dari sisi neorologi (optimal fungsi otak) semata, tetapi juga diukur dari sisi psikologi, yaitu tahap-tahap perkembangan atau tumbuh cerdas. Artinya, anak yang cerdas bukan hanya yang otaknya berkembang cepat, tetapi juga cepat dalam pertumbuhan dan perkembangan pada aspek-aspek lain. Kecerdasan pada aspek-aspek yang lain ini ditentukan oleh tingkat pencapaian tumbuh kembang pada semua aspek anak.semakin lengkapdan sempurna tahap-tahap perkembangan pada semua aspek itu, semakin sempurna kecerdasan anak. Sebalinya, semakin rendah tingkat pencapaian, semakin rendah pula tingkat pencapaian.

Bila seorang anak belajar dengan tekun akan mendapatkan hasil yang baik pula,anak menyukai cara belajar yang membuat dia tertarik untuk ingin tau dan yang disukainya. Contohnya saat anak di tk, guru dapat menerapkan metode bermain, bermain sambil belajar seperti mengenal angka, huruf dan lainnya.

Seorang anak yang dituntut untuk belajar setiap hari akan menimbulkan rasa tertekan dan bosan. Belajar itu prosesnya untuk bias dengan cara diulang-ulang dan dipraktekkan. Hasil adalah sebuah pencapaian yang dihasilkan belajar, seperti pepatah sebuah perjuangan tidak pernah menghianati hasil. Dari sini sudah dapat disimpulkan bahwa belajar itu adalah proses seorang anak untuk bias dan mampu. Belajar bukan tuntutan orang tua yang hanya ingin anaknya memliki prestasi yang baik agar dapat membanggakan orang tua. Begitu sebaliknya, anak yang belum bisa membuktikan prestasinya, bukan karena dia tidak bisa. Melainkan preses mencapai pretasinya masih membuahkan hasil. Setiap anak membanggakan bagi orang tua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun