Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tekad

4 Januari 2017   01:59 Diperbarui: 4 Januari 2017   02:35 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mungkin inilah waktunya, memungut kembali serpihan-serpihan mimpi yang terbengkalai.

Yang lalai setelah sekian lama terbuai oleh detak jarum jam yang tak pernah berhenti bertikai.

Dengan kenyataan, dengan cuaca, dengan hari-hari yang bising tanpa kedamaian.

Hingga membuat aku lunglai, terjerembab, lalu di bawa ke sebuah kematian tanpa pemakaman yang selesai.

Kali ini aku ingin benar-benar hidup meski tanpa kemenangan tanpa kemewahan.

Dan akan kuarungi sungai-sungai keruh dengan perahu layar terbuka menuju gerbang gelombang samudera.

Lihatlah di dadaku kini tersimpan benih perjuangan, benih yang sama yang pernah menetap di dada ayahku, di dada kakekku, di dada moyangku.

Tak lagi ku pikirkan tentang kapan ajal tiba atau tentang kiamat yang kini telah di duga-duga, yang ada dalam pikiranku hanyalah terus berjuang.

Siapa tahu pisau yang ada di genggaman tangan kananku dapat merobek takdir hidupku.

Dari gelap menjadi terang. Dari terang menjadi penuh cahaya. Dari penuh cahaya menjadi sinaran yang menyilaukan.

Cahaya di atas cahaya itulah tekad hidupku.

Dan aku tak akan lagi takut pada sebuah kematian.

handypranowo

041017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun