Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Setelah Menanti Sepi

7 Juli 2024   23:02 Diperbarui: 7 Juli 2024   23:04 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Waktu kian meranggas di musim hujan yang tak pernah tuntas. Jalan-jalan basah, diguyur resah demikian pula ranting dan dedaunan pada halaman depan rumah.

Aku duduk sendiri di muka rumah memandang ke arah matahari yang jatuh. Sekedar menantimu dari waktu ke waktu kapan lagi kau hadir dan mengecup rinduku.

Semakin kurus tubuhku semakin nampak bentuk tulang di pipiku. Ada yang bilang aku telah menjadi patung. Setelah puluhan tahun duduk membisu hingga semua orang penasaran dan menjengukku.

Mereka bertanya keheran-heranan kenapa yang telah pergi terus-terusan ditunggu, toh ia telah dikubur. 

"Pergi sana cari wanita lain kalau susah offline cari saja yang online, kan banyak yang sexi dan menantang".

Aku tetap diam tak bergeming dalam penantian yang teramat panjang. Mereka tak tahu bagaimana cintanya telah membunuhku sejak pertama kali kenal. Matanya yang sejuk itu telah membasuh jiwaku yang haus rindu.

Dan ia tak pernah tergantikan oleh siapapun selain kesepian yang nanti akan menjemput ajalku.

Handy Pranowo 

7 Juli 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun