Aku tak pernah selesai membaca puisi-puisimu meskipun begitu aku selalu berharap engkau menciptakan lagi puisi yang baru.Â
Kali ini aku berjanji akan membawanya ke dalam mimpi.Â
Aku akan membacanya bersama kedua mataku yang tak pernah tertidur.
Sampai pagi. Sampai titik-titik embun di jilati matahari. Sampai bunga-bunga mekar berseri-seri.
Puisi-puisimu penuh rindu dan kenangan.Â
Seperti jalan pedesaan di pagi hari yang hening dan lengang dengan kabut tipis di ujung pematang.
Terkadang mereka menjadi hujan. Terkadang mereka menjadi senja yang hangat di pelukan.
Namun tak jarang pula puisimu sulut pemberontakan lelaki cabul yang mendambakan kasih sayang.
Sekali waktu aku pernah berjumpa dengan salah satu puisimu di seberang stasiun kereta di tengah malam yang buta.
Ia baru saja keluar dari lorong gang.
Ia meracau entah mabuk entah mengigau.