Dengan sedikit hujan di musim kemarau kita lantunkan rindu di tepi galau.
Tidak ada lagi yang tersisa selain waktu yang menciptakan gelisah.
Dan satu puisi yang pernah tercipta adalah tamsil dari perjumpaan pertama.
Mata bertemu mata, hati tersesat di dasar tanya.
Mengenalmu membuat luka di dadaku menganga.Â
Mengenalmu membuat piikiranku jauh terbuka.
Bukankah kita tak pernah ada dan akhirnya pun akan tiada.
Lihatlah bintang-bintang tumbuh menyertai kepergianmu yang semakin jauh.
Menyeret perih dari timbunan kenangan yang semakin angkuh.
Bawalah serta apa yang bukan menjadi milikku.
Selain air mata yang pernah jatuh.
Agar segalanya menjadi ringan saat kau berlayar mencapai satu pelabuhan.
Yakinlah segalanya akan terang benderang. Di sana kau akan temukan cahaya.
Cahaya yang menghangati langkahmu memupuk usia yang semakin dewasa.
Bukankah kita pernah berjanji menjaga doa-doa hingga waktunya berpisah.
Sungguh musim kemarau ini tak akan lebih lama di banding kekeringan yang melanda jiwa kita.
Bunga-bunga akan tumbuh setelah hujan pertama jatuh.
Dan biarkanlah aku mengingat wajahmu dari balik bayangan kabut yang tersisa.
Handy Pranowo
1 Agustus 2022