Larik-larik puisimu semacam vibrator yang menggetarkan ujung pangkal keintiman hatiku.
Rasa rindu, cinta, kegelisahan dan perasaan yang membeku.
Segalanya muncrat ketika larik-larik puisimu bernafas seru menderu.
Memanggil namaku, menggelamkan jiwaku, meninggalkan kekosongan di bibirku
Aku menjadi seseorang di sana, telanjang dan terbuka yang ingin terbebaskan dari segala kata-kata.Â
Ranjangku basah, keringatku deras mengucur menjadi danau biru yang penuh jejak kaki senja yang turun.
Dan bayangan kita nampak saling berpeluk, mencium lembut keheningan di balik batu-batu yang berlumut.
Diam-diam sebuah percintaan muncul dari dalam dada menjadi awan pekat menunggu hujan tiba.
Larik-larik puisimu seperti majalah playboy yang penuh dengan gambar segala kelakar dan candaan.
Aku menyimpannya satu buah di balik tempat tidur, ia adalah kitab penghibur di waktu libur.
Aku menyebutnya keajaiban dan seringkali hatiku terperangkap tanpa pernah bisa berontak.