Rambutmu adalah rangkaian kereta panjang yang membawaku singgah ke beberapa stasiun di antaranya,
stasiun angin, stasiun langit, stasiun gunung, stasiun batu, stasiun tugu, stasiun laut, stasiun biru dan stasiun api berwarna ungu.
Di setiap stasiun kamu berhenti lalu menceritakan kisah hidup perjalananmu kepada seorang lelaki berseragam putih yang memegang lampu dengan peluit panjang di mulutnya. Ia sering memberimu aba-aba namun jarang sekali ia berkata-kata.
Lelaki itu sangat setia menantimu sekaligus rela melepaskanmu barangkali sudah menjadi takdir kehidupanmu yang seru. Sebab hidupmu yang terus mengalir, melaju, menembus waktu, mencari persinggahan masuk ke dalam gua-gua, melewati jembatan-jembatan gantung hingga menembus kabut di pagi buta.Â
Engkau begitu perkasa, deru nafasmu selalu menggoda dan aku terkesima.
Matamu adalah sinyal-sinyal lampu yang berwarna merah, kuning dan hijau, sering di kelilingi kabut atau bahkan oleh derasnya hujan di malam Minggu. Namun tatapan matamu selalu menggoda kumbang-kumbang dan cengkerik datang.
Matamu adalah kode pintu masuk dan keluar bagi sebuah petualangan yang menakjubkan. Ke sebuah perjalanan menuju tiap-tiap stasiun dan berharap sampai di tujuan.
Aku suka menatapmu meski untuk sesaat sambil sesekali menyelami hatimu yang serupa bangku-bangku peron tak pernah mengeluh menunggu. Setia selalu dengan waktu.
Petugas karcis seringkali memberi diskon namun menjelang lebaran semua harga naik dan kamu tahu bagaimana seharusnya memulai. Perjalanan hidupmu telah di atur meski penuh dengan rangkaian-rangkaian cerita yang tersambung.
Bibirmu tempat langsir segala yang datang, tubuhmu penuh kecupan-kecupan penumpang. Naik dan turun.