Waktu aku datang ke kantor polisi ku lihat hidungmu patah, di tangan kirimu terdapat beberapa luka sayatan. Tatap matamu kosong penuh misteri, tak ada air mata yang jatuh namun bajumu penuh bercak darah.
Kamu lebih banyak diam ketika petugas menanyakanmu beberapa hal penting tentang kejadian yang menimpamu beberapa jam yang lalu. Seseorang yang mengaku dokter dari pihak kepolisian memerintahkan kepada salah satu petugas agar kamu di bawa dulu ke rumah sakit untuk di beri perawatan sementara sambil menunggu jiwamu tenang agar bisa menjawab semua kronologis kejadian.Â
Di rumahmu kini telah parkir beberapa mobil polisi, garis kuning "policeline" melintang di pagar rumahmu. Sebelumnya satu ambulan baru saja pergi membawa dua korban yang telah meninggal. Aku sedih melihatmu, aku menangis, aku mencoba berbicara kepadamu namun kamu tetap diam membisu. Hingga beberapa saat ku tunggu akhirnya kamu mau juga berbicara meski dengan terbata-bata. Kamu perempuan tanpa air mata.
Dan beginilah kisahnya.
Waktu umur pernikahanmu baru seumur jagung kamu adalah perempuan yang sangat di cintainya, kemana-mana kamu di ajaknya pergi dan selalu di berikan hadiah olehnya. Katanya ia selalu ingin bercinta denganmu juga ingin mempunyai banyak anak darimu, ia berjanji setia tak ingin selingkuh.
Sehabis pulang kerja kamu di peluknya dan sebagai istri yang baik, kamu mengganjarnya pula dengan ciuman mesra, tak lupa segelas teh manis hangat kamu sediakan untuknya serta air matang untuk ia mandi membersihkan badan melepas lelah.
Tak ada yang salah semua itu, keadaan juga baik-baik saja layaknya rumah tangga yang normal harmonis bersahaja. Suamimu lelaki cukup ulet bekerja dan mempunyai posisi yang baik di kantornya.
Sampai suatu hari suamimu di pecat oleh perusahaan karena terbukti korupsi proyek pengadaan barang. Suamimu sempat mengaku tidak melakukan itu, dirinya merasa di jebak namun ia pun tak dapat berbuat banyak terlalu kuat orang-orang yang ada di sekelilingnya. Keputusan perusahaan tak dapat di ganggu gugat.
Sebulan hingga dua bulan ia di rumah segala hal belum berubah, meski begitu suamimu tetap berusaha melamar kerja, ijasahnya S1 Ekonomi, Cumlaude. Namun masuk bulan ke tiga ia mulai bingung terkadang merenung sendiri, kadang suamimu kesal tak tahu sebab musabab hingga kekesalannya di timpakan kepadamu.Â