Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suara-suara di Telingaku

3 Maret 2021   17:16 Diperbarui: 3 Maret 2021   17:20 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi joker (dok. Warner Bros Pictures via YouTube) 

Aku berlari dari ketakutanku selama ini dari bisikan maut yang menyuruhku untuk bunuh diri. Aku sadar ada yang tumbuh selain diriku di dalam tubuh ini, ia hendak menjadi aku yang lain lebih ekstrim berekspresi.

Wajah-wajah seram di dalam mimpi mengintaiku menjadi nyata ketika aku bangun dari tempat tidur dan aku berharap tinggal di suatu tempat yang jauh, sangat jauh hingga suara-suara itu berhenti. Aku takut akhir-akhir ini suara-suara itu menyuruhku untuk membunuh yang lain.

Aku pergi ke seorang psikiater ku katakan apa yang aku alami, aku di jejali obat yang membuatku merasa mual, pusing hingga lidahku tak bisa mengucap apa-apa kecuali getir pahit meronta di lidah.

Ia menyuruhku untuk menginap di rumah sakit namun aku menolaknya. Aku harus bertahan, aku harus menghindar dari segala benda tajam dan dari tali tambang atau apapun yang membuatku bisa mengeksekusi perintah suara itu. 

Namun bila suara itu tak lagi terdengar yang aku lakukan adalah melukis diriku sendiri atau pemandangan alam dunia lain atau menulis puisi yang akhir-akhir ini sering aku lakukan. Aku tak tahu dari mana mulanya dan aku merasa butuh waktu lama menyadari ini semua bahwa aku tak akan pernah sembuh tapi keinginan ku untuk merdeka dari suara-suara itu tetap ada.

Seperti ingin menjatuhkan tubuhku saja dari ketinggian lalu melesat bebas jatuh ke tanah.

Tuhan lihatlah aku bercermin bersama iblis yang mengatakan bahwa diriku begitu buruk rupa namun ia baik selalu mengajakku berpesta bila aku sendirian di dalam kamar. Dan ia memperkenalkan aku kepada seorang gadis cantik jelita namun ia lebih sering diam membisu dan tatapan matanya kosong menerawang jauh entah kemana. 

Namanya Dewi dan tubuhnya wangi melati. Aku menyukainya, sepertinya ia pun menyukai diriku yang tak sempurna. Aku ajak ia pergi ke sebuah taman, aku gandeng tangannya dan kubawakan bunga mawar merah. Kala itu rembulan penuh dan nampak wajahnya cantik berkilau.

Pada sebuah bangku taman berwarna hitam kami duduk bersama dan ku ceritakan siapa diriku sebenarnya barangkali ia mau menerimaku apa adanya sungguh aku tak ingin membuatnya kecewa.

Di taman itu saat kami berdua setelah obrolan panjang begitu lamban menyiksa. Aku berinisiatif membacakan sebuah puisi untuknya mungkin ia suka dan mau juga mendengarnya. Beginilah kira -kira bunyi puisi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun