Di kepalaku ada ondel-ondel meliak-liuk gemah gemulai dan ia sangat merindukan malam seperti ia merindukan lubang galian yang lupa di tutup rapat para kuli sindang yang pernah membuatnya jatuh terlentang.
Dan aku sendiri lelaki kurus kurang makan, kurang tidur, kurang pendidikan waktuku habis di jalanan, mimpiku tersimpan di dalamnya. Jejak kakiku ada di mana mana, di pasar-pasar, di rumah makan, serta di belakang tembok kuburan. Â
Ibu kandungku di kubur di sana seminggu setelah ia menemui dokter 24 jam. Obat yang di tebusnya belum habis dan ia selalu mengeluh soal sakit di kepalanya, berputar-putar tak pernah diam, seperti jarum jam, seperti bola meriam. Dan pada waktunya berhenti ia pula ikut berhenti.
Aku membenci hujan sebab genangan airnya menampakan pikiranku dan aku tak tahu di mana pikranku berada kecuali aku harus hidup, terus hidup, jangan mati, tidak boleh mati, aku tidak mau mati seperti ibu.
Aku juga membenci anjing, membenci kamu, kamu dan kamu serta kepala keamanan komplek yang pernah menendang kakiku, aku tak perduli meski ia pernah mencintai ibuku, aku tak perduli. Ia tak menyolatkan jenazahnya.
Selamat malam durjana di hadapanmu ini aku yang di kepalanya ada ondel-ondel dan mimpi yang belum usai di beredel. Aku masih muda dan aku belum pernah di penjara.
Handy Pranowo
22012021