Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Untuk Apuk

5 Juli 2019   05:02 Diperbarui: 5 Juli 2019   05:05 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kemerdekaan hidup yang kamu bentuk selama ini terbentur di tiang bendera merah putih, lahir sebagai manusia yang katanya didikan kiri menjadikan kamu tersisih, di curigai.

Kamu tak punya banyak teman dan kamu bukan pribumi, kamu adalah sekelumit masalah yang selalu di dendangkan di negeri ini.

Dan itu berarti tidak aman, hidupmu akan selalu terusik meski niatan di hatimu tak ingin berontak tetap saja kamu terus di selidik.

Namun A puk hidup cukup sederhana, keluarganya berjualan beras di pasar dengan dua orang pekerja yang di muliakan keringatnya.

Dulu sewaktu aku kecil, aku sering berkunjung ke toko atau rumahnya sebab aku satu sekolah dasar dengannya. nenekmu yang tua dan tak bisa berbahasa Indonesia itu selalu menyambutku dengan ramah dan semangkuk bubur ayam atau nasi hainan buatannya selalu di sediakan.

Ayahmu sangat ketat disiplin, waktu belajar, waktu bermain sangat di perhatikan dan kamu takut bila ayahmu sudah angkat pecut.

Ketika menginjak remaja kita tetap berteman, nonton film kungfu sambil makan roti sumbu adalah sesuatu yang bakal terus di kenang.

Adik perempuanmu yang bernama Lian suka ikut nimbrung, ia pandai menari dan bernyanyi, kalau sudah besar katanya ingin jadi dokter.

Sekali waktu aku bertanya kepada Apuk apa cita-citanya bila nanti dewasa, ia tidak menjawab, ia hanya gelengkan kepalanya saja.

Lalu menunjuk foto mendiang ibunya, aku berpikiran bahwa saat itu mungkin ia sedang rindu kepada ibunya maka aku diam tak lagi bertanya.

Apuk, sejak tragedi panas Jakarta kamu berubah menjadi pendiam, menjaga jarak denganku. Seolah-olah aku ini musuhmu.
Apuk ini semua adalah salah paham, ini semua adalah peta politik yang hanya menguntungkan satu golongan tetapi bagaimana pun kita adalah manusia, satu Tuhan yang menciptakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun