Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekelas dengan "Veteran", Hilangnya Zona Nyaman Belajar Anak

25 Juni 2020   16:04 Diperbarui: 26 Juni 2020   04:48 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kebijakan PPDB DKI Jakarta 2020 membuat kami selaku orang tua memikirkan banyak aspek dalam kacamata "Bangsa".  Di Facebook, baik di akun saya maupun dalam.diskusi di akun Facebook teman lain, saya menjawab berbagai pertanyaan terkait pengalaman sekolah bersama siswa/i yang jauh lebih tua. Sebagai seorang Ibu, kemungkinan sekelas dengan siswa atau siswi "veteran" bagi saya pribadi berdasarkan pengalaman pribadi dan pengalaman anak-anak berarti hilangnya zona nyaman belajar. Sekali lagi, ini berdasarkan pengalaman saya pribadi dan anak-anak saat duduk di bangku SD.

Dari pengalaman kami sendiri saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan pengalaman dua putri kami bersekolah dengan para veteran kurang memberikan perspektif yang optimistik. 

Saat duduk di SD dulu, mendadak kelas IV ada satu siswa dan satu siswi pindahan dari SD lain. Tidak naik kelas lalu pindah sekolah lazim ditempuh orang tua untuk memberikan suasana lebih kondusif bagi si anak "veteran". 

Satu siswa, gemar sekali mengancam saat meminta jatah setoran alias uang palak. Hingga suatu saat saya kehilangan kesabaran, dan memutuskan melawan. 

Pulang sekolah, seperti biasa sudah menunggu si siswa "veteran" minta jatah setoran. Si E*i Benjol, begitu julukan yang kami berikan gara-gara kesal terus menerus dipalak. 

Laksana jagoan, meski kalah jauh usianya (seingat saya 2 tahun diatas saya lebih dan lupa tepatnya) dan posturnya, saya pun tak peduli lagi tentang keberadaan saya sebagai anak cewek. 

Waktu dikompas (dipalak uang jajan) saya menolak. Diancam dipukul, saya menantang. Bukkk!! dengan segera saya tangkis. Bukkk!! sebuah tendangan diarahkan langsung ke perut saya. Saya berusaha menghindar dan membalas menendang. 

Begitulah akhirnya benar-benar "gelut" alias berantem. Hingga akhirnya satu tendangan telak mengenai perut saya, dan bersamaan dengan itu, Mami mendadak muncul. 

Seketika saya panik. Takut dimarah Mami. Mami sebagai seorang Ibu sangat memegang ketat peraturan "keningratan". Cewek itu harus lembut, tertawa pun harus dijaga. Apalagi lihat anaknya berantem ya? 

Untungnya, Mami benar-benar seorang Ibu sejati. Mami hanya mengajak saya makan mie ayam dan bertanya, "Sakit perutnya?" Saya hanya mengelengkan kepala. Endingnya anti klimaks. Karena saya mengalami kecelakaan dan ditabrak motor hingga terpaksa beristirahat di rumah berbula-bulan lamanya. Sebenarnya saya bisa masuk sekolah. Hanya dengan mengunakan kruk penyangga kaki. 

Jelas hal itu membuat saya ketakutan setengah mati. Berkelahi dengan siswa "veteran" pemalak itu ketika saya belum mengalami kecelakaan masih seri. Kalau saya pakai kruk entah apa yang terjadi. Untungnya orang tua mengijinkan saya untuk tidak masuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun