Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ayo Berwisata ke Kudus!

10 Januari 2017   12:56 Diperbarui: 10 Januari 2017   13:44 1908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menara Kudus, Masjid Al Manar dan Makam Sunan Kudus

Kudus, kota keretek. Ternyata menyimpan potensi wisata yang cukup menarik minat kita untuk berkunjung ke Kudus. Berbekal nekat dan browsing informasi sebelumnya, kami sekeluarga akhirnya memutuskan mengisi liburan sekolah dengan berkunjung ke Kudus. Meski demikian harus kami akui, hingga menginjakkan kaki di Stasiun Tawang, Semarang, kami masih ragu-ragu untuk berwisata ke Kudus karena membawa rombongan tiga bocah bukan perkara yang sepele. Alasannya sederhana saja, nge-bolang naik bis bukan hal yang menyenangkan bagi anak jaman sekarang.

Untungnya setelah bertanya di Satpam yang menjaga tepat di pintu keluar Stasiun, kami mendapatkan informasi ada ELF damri yang langsung ke Kudus. Biaya naik Damri ke Kudus Rp.40.000,-/orang. Pengemudinya sangat nyaman mengemudikan ELF-nya dan cepat sampai. Sayangnya damri ini hanya berhenti di SPBU yang ada di jalur menuju ke kota Pati. Mau tidak mau kami harus nego karena ketiga putri kami masih separuh sadar dari tidurnya, agar bersedia untuk mengantar lebih dekat lagi dengan hotel tempat kami berencana menginap. Hotel tersebut sebelumnya sudah kami pesan lewat situs online TRAVELO*A. Karena hanya semalam di Kudus akhirnya kami memutuskan untuk memilih tempat wisata yang "wajib" saja di Kudus yaitu: Menara Kudus, Museum Kretek, dan Situs Purbakala Patiayam yang letaknya agak jauh di luar kota Kudus.

Ada sejumlah catatan sekaligus kritik terhadap sejumlah kekurangan yang kurang mendukung  perkembangan wisata di Kudus: pertama adalah kurang jujurnya pengemudi taksi dan becak. Untuk becak masih relatif lebih "ramah" karena tidak terlalu "memukul mahal" bila dibanding dengan pengemudi taksi ABA*I yang sempat mengantarkan kami. Agak kesal karena pengemudi memutar-mutarkan kami, padahal sempat saya tegur karena misalnya untuk ke Menara Kudus cukup dekat tapi malah diputar-putar dulu. Saya pun hanya tersenyum dan menolak ketika pengemudi menawarkan diri untuk menjemput. Agak repot memang jika tidak membawa mobil sendiri untuk berwisata ke Kudus. Namun belajar dari pengalaman saya sendiri, tak perlu menyewa kendaraan - cukup dengan mencarter taksi - jauh lebih murah. Sebagai perbandingan sewa mobil dari Semarang selama satu hari Rp.800.000,- dari pagi hingga malam hari. Sedang jika carter taksi di Kudus cukup mutar-mutar selama sesiangan Rp.200.000,- kurang lebih dan untuk perjalanan Kudus-Semarang Rp.280.000,-

Setelah merasakan pengalaman kurang menyenangkan karena diputar-putarkan, akhirnya pilihan kami jatuhkan untuk mencoba taksi lainnya yaitu PURI KEN***** Uniknya ada dua pengemudi yang menawarkan diri sekaligus buat mengantar. Akhirnya kami pilih untuk membagi jatah bagi kedua pengemudi tersebut. Cukup puas kami dengan layanan taksi kedua. Selain armadanya bagus, pengemudinya jauh lebih sopan dan jujur. Kejujuran pengemudi saat mengantarkan adalah rejeki bagi wisatawan dan pengemudi itu sendiri. Kami pun mengulang perjalanan yang belum memuaskan gara-gara pengemudi yang memutar-mutarkan kami. Perjalanan kami mulai dari Menara Kudus (lagi), museum Kretek, dan ke Situs Purbakala Patiayam, dan lanjut makan siang di garang asem dan soto kudus. Sayang Soto Pak Denuh masih tutup. Namun kekecewaan kami terobati dengan nikmatnya makan soto Kudus, Garang Asem, Opor ayam di RM. Sari Rasa.

Menara Kudus, Masjid Al Manar sekaligus makam Sunan Kudus merupakan salah satu obyek wisata wajib di Kudus. Masjid kuno ini mempunyai gapura tumpukan batu merah berundak. Yang menggambarkan khas bangunan pura, rumah suci umat Hindu. Di bangunan masjdi terdapat tiga buah gapura. Di atas pintu gapura pertama dan kedua itu ada ukiran kayu. Ukiran itu bertuliskan bahasa Jawa dengan huruf Arab (rajah). Tulisan itu jika diterjemahkan berbunyi “pintu ini dibuat pada zaman pemerintahan Aryo Paninggaran.”Masjid Al Manar sangat nyaman untuk tempat kita menunaikan sholat lima waktu di tengah teriknya sinar mentari. Di lokasi ini juga terdapat juru foto yang siap mengabadikan kita sekeluarga dengan berbiaya Rp.10.000 untuk foto ukuran sedang dan Rp,20.000,- untuk foto yang besar. Sayangnya meski banyak pedagang berjualan disekitar namun tampak dari dagangan yang ditawarkan belum dikelola dengan profesional. Kami justru membeli oleh-oleh khas berupa miniatur menara Kudus Rp.35.000,- ; gantungan kunci dan tempelan magnet dan kaos lengan panjang untuk puteri kami di sebuah ruko penjual oleh-oleh seberang alun-alun Simpang 7 Kudus. Uniknya, tidak semua orang berani melewati lorong gapura. Terutama mereka, para pejabat. Sebab, berkembang mitos jika mereka melewati lorong gapura maka kedudukannya akan goyah. Konon jika ada pejabat yang demikian melewati gerbang, maka runtuhlah jabatannya. Terlebih jika pejabat itu mengenakan seragam dinas. Maka bersiap akan terancam lengser. Tapi tidak untuk kami tentu, karena kami mondar mandir lewat di kedua gapura utama tersebut. Sayangnya Menara Kudus tidak sedang dibuka, sehingga kami masih menyimpan penasaran tentang seperti apa interior didalamnya. Belasan piring antik yang konon menghiasi dinding Menara Kudus konon merupakan keramik asli buatan pabrikan Tiongkok, dan Vietnam di masa silam - pun belum dapat kami saksikan. Demikian pula dengan sumur yang konon ada di bawah Menara Kudus.

Lepas puas berfoto di Menara Kudus, kami langsung ke Museum Kretek. Sebenarnya dari Menara Kudus sebaiknya ke Rumah Khas Kudus yang letaknya tidak jauh dari Menara Kudus. Namun karena tidak ada penawaran dari pengemudi taksi dan kami pun belum mengetahuinya, maka terlewatkan kunjungan ke rumah khas Kudus. Tapi tak mengapa, karena ketiga putri kami sangat menikmati menjelajah pengetahuan tentang sejarah industri kretek di Museum Kretek.

Berbagai alat untuk memproduksi kretek di jaman dulu menarik perhatian bocah
Berbagai alat untuk memproduksi kretek di jaman dulu menarik perhatian bocah
Ketiga putri kami asik mengabadikan berbagai alat untuk memproduksi rokok kretek dan berbagai barang koleksi yang menceritakan sejarah industri kretek di Indonesia. Tak hanya itu, patung Nitisemito - raja kretek Kudus, pemilik pabrik kretek Tjap Bal Tiga menjadi spot yang menarik untuk berfoto, tak hanya bagi putri saya, tapi juga bagi saya. Cara penataan letak foto yang seolah sedang melonggok dari jendela rumah itu sangat unik dan khas.
Foto bersama "Raja Kretek Nitisemito"
Foto bersama "Raja Kretek Nitisemito"
Banyak pelajaran yang saya renungkan saat berada didalam ruang Nitisemito yang memamerkan sejumlah benda kuno, mulai dari mesin ketik hingga bertutur tentang perjuangan panjang Nitisemito hingga mampu menjadi "raja Kretek". Semangat pantang menyerah meski berulang kali gagal adalah pelajaran yang sangat berharga yang menarik untuk dikisahkan di museum Kretek ini. Sayang tak disediakan pemandu museum. Namun sebagai bekal, berikut sekilas perjalanan Nitisemito: Nitisemito pernah merantau ke Malang menjadi buruh jahit. Secara perlahan, ia menapaki hidup di Malang menjadi pengusaha pakaian jadi. Namun, usahanya ini gagal total, bahkan banyak menumpuk hutang. Kemudian ia pulang dan menjadi peternak kerbau serta memproduksi minyak kelapa. Lagi-lagi usaha ini pun gagal. Kemudian ia mencoba menjadi kusir dokar sambil berjualan tembakau. Mbok Nasilah adalah pemilik warung tembakau di Kudus, yang sering dijadikan tempat singgah oleh kusir-kusir tembakau seperti Nitisemito. Ada versi yang menyebutkan bahwa Mbok Nasilah adalah penemu rokok kretek, bukan Haji Djamhari.  Awalnya Mbok Nasilah risih karena banyaknya orang yang sering nginang dan dubangnya mengotori warungnya. Lalu ia pun meracik rokok dengan campuran cengkeh yang dibalut dengan daun jagung kering, klobot, yang diikat dengan benang. Rokok racikannya ternyata banyak disuka, terutama oleh para kusir dokar yang sering mangkal di warungnya. Pada tahun 1894 Nitisemito menikahi Mbok Nasilah.Perpaduan antara racikan tembakau yang dilakukan Mbok Nasilah, serta Nitisemito yang memegang kendali perusahaan, menjadikan usaha mereka berdua berkembang sangat pesat. Awalnya, Nitisemito memberi merek rokoknya dengan nama yang aneh-aneh seperti Tjap Kodok Mangan Ulo, Tjap Soempil, dan Tjap Djeroek. Saat usia Nitisemito menginjak 53 tahun, pada tahun 1916, usahanya semakin meningkat. Saat itu ia telah resmi menggunakan nama Tjap Bal Tiga. Itulah awal muasal keberhasilan Nitisemito. Menarik bukan?

Perjalanan wisata singkat ke Kudus belum lengkap tanpa mengunjungi Situs Purbakala Patiayam. Meski letaknya cukup jauh di luar kota Kudus, namun jangan sampai dilewatkan untuk mengunjungi Situs Purbakala Patiayam. Situs purbakala Pati Ayam terletak di sisi timur Kab. Kudus dan berbatasan dengan Kab. Pati. Tidak sulit menemukan situs pubakala ini. 

Dari jalan raya Pantura arah Kudus-Pati, kurang lebih 15 km dari Kota Kudus, terdapat baliho petunjuk arah Situs Purbakala Pati Ayam di kiri jalan. Jarak dari jalan raya hanya 500 meter masuk wilayah desa Terban. Jalan desa ini masih sempit dan kondisinya rusak parah di beberapa ruasnya.  Museum cagar budaya situs purbakala Pati Ayam berada di depan balai desa Terban.  Ada patung gajah purba raksasa di depan gedung museum yang masih dalam tahap pembangunan.

Situs Purbakala Patiayam Kabupaten Kudus
Situs Purbakala Patiayam Kabupaten Kudus
Meski terkesan terasing di pedesaan, namun sangat memuaskan dapat melihat fosil gajah purba dan menerima penjelasan dari salah seorang Mas-mas yang berada di Museum tersebut. Sebelumnya ketiga putri kami sempat kecewa karena tidak ada petugas yang berjaga. Hanya tampak dua (maaf) tukang (?). Namun ternyata meski penampilannya seperti tukang yang sedang bekerja merenovasi museum tersebut ternyata mas tersebut mampu memuaskan rasa ingin tahu ketiga putri kami yang tiada henti bertanya kepadanya. 

Dituturkan oleh Mas-mas tersebut bahwa fosil yang dipamerkan di museum tersebut adalah Stegodon trigonochepalus, ditemukan di pegunungan Pati Ayam, Kab. Kudus. Gajah purba ini bisa mencapai ukuran tinggi hingga 4 m dan panjang mencapai 12 m. Gajah Stegodon bahkan lebih besar daripada Mammoth yang ditemukan di daerah sekitar kutup.

Fosil Gajah Purba Stegodon Patiayam
Fosil Gajah Purba Stegodon Patiayam
Konon fosil-fosil purba ini sudah ditemukan oleh warga desa Terban sejak awal tahun 1980-an. Mereka menemukan tulang-tulang yang sudah membatu dengan ukuran luar biasa. Warga desa menemukan ladang mereka yang berada di lereng-lereng pegunungan Pati Ayam. Pengalian oleh dinas purbakala Jawa Tengah baru dilakukan di tahun 2005. Para arkeolog dan warga menemukan banyak sekali fosil-fosil tulang yang berukuran besar. Salah satunya fosil gading yang sudah membatu dengan ukuran panjang hampir 4 m. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun