Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menyoal UU Omnibus Law

7 Oktober 2020   05:59 Diperbarui: 8 Oktober 2020   06:35 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah buruh berunjuk rasa di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/10/2020). Pada aksinya itu mereka menolak pengesahan RUU Cipta Kerja dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/pras. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Undang-Undang Sapu Jagat (Omnibus Law) adalah istilah untuk menyebut suatu UU yang bersentuhan dengan berbagai macam topik dan dimaksudkan untuk mengamandemen, memangkas, dan/atau mencabut sejumlah Undang-Undang yang lain (Wikipedia). 

Membuat UU Omnibus adalah upaya penyisiran luar biasa teliti terhadap banyak UU. Sekaligus menyederhanakannya tanpa kehilangan ruh kehati-hatian. Tim yang membuat rancangan bukan sekadar ahli hukum, tapi melibatkan ahli lain yang berkaitan dengan topik masing-masing UU.

Biasanya UU dibuat untuk satu topik secara sektoral, tapi Omnibus membuat UU dengan berbagai topik sekaligus dan menyesuaikan dengan UU yang sudah ada.

Tujuannya adalah untuk menyederhanakan suatu aturan agar hukum menjadi efektif mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR pada Rapat Paripurna, Senin 5 Oktober 2020, mengatur banyak kluster. 

Ada 11 kluster yang diatur dalam UU Cipta Kerja:
1. Penyederhanaan perizinan
2. Persyaratan investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan berusaha
5. Pemberdayaan dan perlindungan UMKM
6. Dukungan riset dan inovasi
7. Administrasi emerintahan
8. Pengenaan sanksi
9. Pengadaan lahan
10. Kemudahan investasi dan proyek pemerintah
11. Kawasan ekonomi khusus

Tujuan membuat UU Omnibus dengan topik 11 kluster agar bisa menciptakan aturan hukum untuk menciptakan lapangan kerja dalam rangka menurunkan angka pengangguran sekaligus menciptakan iklim investasi yang sehat. Tujuan tersebut tidak bisa tercapai apabila hanya punya 1 atau 2 Undang-Undang secara sektoral.

Presiden Jokowi pada waktu periode pertama kepempinannya merasa gemas, karena kakinya untuk berlari kencang menciptakan lapangan kerja dan menciptakan iklim investasi yang kondusif dibebani banyaknya aturan yang saling berbenturan. Kekuatan politiknya dan dukungan parlemen pada waktu itu belum cukup memadai baginya untuk melakukan upaya luar biasa. 

Tapi pada periode kedua dengan pede (percaya diri) dalam pidato pada sidang paripurna MPR RI dalam pelantikan Presiden dan Wapres terpilih 2019 - 2024, Jokowi langsung menabuh genderang perang dengan menyatakan akan menyederhanakan regulasi. 

Pada tanggal 20 Oktober 2019, Jokowi menyatakan dengan tegas akan merevisi puluhan Undang-Undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan puluhan Undang-Undang yang menghambat pengembangan UMKM.

Masalahnya, kenapa niat baik dan tujuan ideal ini menjadi berisik dan menjadi pro-kontra ditengah masyarakat? Sebetulnya dari 11 kluster yang akan direvisi hanya 2 kluster yang ribut. 

Dari 2 kluster tadi, yang paling berisik dan disorot adalah masalah Ketenaga kerjaan sedangkan yang sedikit ribut masalah pengadaan lahan. 9 kluster lain  diluar kluster tersebut adem ayem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun