Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Seluk-beluk Force Majeure dan Relevansinya di Tengah Covid-19

27 Agustus 2020   06:43 Diperbarui: 1 September 2020   09:23 1640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat (Foto : Bening Air Telaga)

Tidak perduli apakah dalam perjanjian diatur atau tidak sama sekali ketentuannya, namun klausula force majeure tetap mengikat para pihak. Tidak ada alasan bahwa force majeure tidak mengikat karena tidak diperjanjikan. 

Kenapa? Karena Pasal2 UU Hukum Perdata telah mengaturnya. Dari sumber inilah yang membuat setiap perjanjian mengandung ketentuan force majeure secara umum.

2. Sumber berikutnya berasal dari perjanjian itu sendiri. Lho ? Katanya mau dicantumkan atau tidak dalam perjanjian, klausula force majeure mengikat para pihak. Kok ada yang iseng mencantumkan dalam perjanjian, kan pekerjaan mubazir. Apa hanya untuk gaya-gayaan aja biar rame. Tidak, ini bukan gaya-gayaan. Ada perbedaan antara force majeure karena UU dan perjanjian.

Kalau yang bersumber dari UU berlaku umum, sedangkan yang bersumber dari perjanjian berlaku khusus. Bagi para pihak yang ingin lebih spesifik, baik tentang kekuatan berlakunya maupun tentang peristiwanya dapat menuangkannya dalam perjanjian. Perjanjian menganut azaz kebebasan berkontrak. 

Apa saja boleh diperjanjikan dan akan mengikat para pihak sebagai UU bagi mereka (Pasal 1338 KUHPerdata).

Selain itu dikenal azaz lex speciale derogat lex generale, hukum yang khusus mengalahkan hukum yang umum. Force majeure karena perjanjian, akan membuat keadaan-keadaan tertentu yang disepakati saja menjadi keadaan force majeure. 

Apa saja keadaan tersebut dapat terlihat rinciannya dalam perjanjian. Diluar keadaan yang telah disepakati bukan katagori force majeure.

Akibat hukum dari keadaan force majeure-pun dapat disepakati dalam perjanjian. Kalau tidak diperjanjikan, secara umum keadaan force majeure tidak menghapuskan kewajiban, hanya menunda melaksanakan kewajiban. 

Paling yang bisa dihapus adalah kewajiban bunga dan kerugian. Tapi kalau diperjanjikan para pihak diperbolehkan mensepakati perjanjian menjadi batal. Kalau perjanjian batal berarti perjanjian tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi untuk para pihak. Keadaan kembali kepada keadaan semula sebelum perjanjian dibuat.

Force Majeure dalam praktek.

Cara memahami force majeure dalam praktek adalah dengan cara mengamati yurisprudensi putusan-putusan Pengadilan tentang force majeure.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun