Mohon tunggu...
Handika Faqih Nugroho
Handika Faqih Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Indonesia Legal Enthusiasm.

Kebaikan atau keadilan lebih efektif daripada kecerdasan dalam memenangkan kepercayaan. - Cicero, Tentang Hidup yang Bajik, hlm.146.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Urgensi Pilkada Serentak di Masa Pandemi COVID-19

5 Oktober 2020   15:04 Diperbarui: 5 Oktober 2020   15:15 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada Serentak (ilustrasi: bbc.com)

Indonesia akan melaksanakan pemungutan suara Pilkada serentak yang diikuti 270 daerah yang terdiri dari 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota pada 9 Desember 2020 mendatang. Tanggal pelaksanaan pilkada ini dietapkan dalam rapat dengar pendapat antara Kemendagri dengan Komsisi II DPR, dan penyelenggara pemilu pada 27 Mei 2020. 

Sebelumya Pilkada akan dilaksanakan pada 23 September 2020, tetapi karena adanya pandemi COVID-19, pemerintah dan penyelenggara pemilu memutuskan menunda pelaksanaan pilkada tersebut seperti yang tertuang pada Pasal 201A PERPPU 2/2020 yang menyatakan pemungutan suara ditunda karena terjadi bencana nonalam dan dapat dilaksanakan jika bencana tersebut berakhir.

Penyelenggaraan pilkada di masa pandemi ini tentu menuai banyak polemik, karena pemilu sendiri identik dengan kerumunan massa. Hal ini bertolak belakang dengan aturan dan himbauan pemerintah itu sendiri untuk jaga jarak dan tidak berkerumun. Dengan pertimbangan pandemi, beberapa pihak mengusulkan untuk menunda pilkada hingga masa pandemi benar-benar berakhir. 

Indonesia sendiri masih berusaha untuk mengakhiri pandemi ini dengan berbagai upaya kebijakan, akan tetapi upaya-upaya tersebut tidak seutuhnya berjalan dengan semestinya, seperti ada beberapa masyarakat yang tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak di tempat umum. Kemudian, apa pertimbangan pemerintah untuk melaksanakan pikada serentak peridode ini?

Aturan Hukum

Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan kegalauan di berbagai kalangan. Pemerintah melakukan banyak upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 dengan berbagai aturan kebijakan dan himbauan yang menyebabkan mobilitas masyarakat cukup sulit, seperti di bidang pendidikan ada penutupan sekolah, di bidang keagamaan ibadah dilaksanakan di rumah masing-masing, tetapi hal tersebut dikecualikan dalam hal pilkada. 

Kenapa demikian? WHO mempredikasi bahwa pandemi COVID-19 akan berakhir dalam rentan waktu 2 (dua) tahun. Di dalam ruang ketidakpastian ini mau tidak mau negara harus bergerak menjalankan amanat hukum.

Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menyatakan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali dan Pasal 4 UU No. 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, menyatakan pemilihan dilaksanakan  5 (lima) tahun sekali  serentak dan secara nasional. 

Oleh karena itu, karena ketidakpastian berakhirnya pandemi ini, pilkada harus tetap dijalankan agar tidak terjadi abuse of power dan conflict of interest. Dalam Perppu sendiri hanya mengatur jangka waktu dan mengatur siapa yang berwenang melakukan penundaan atau melanjutkan pilkada. Perppu ini juga sama sekali tidak membatalkan satu pasal pun dalam Perundang-undangan.

Proses Pelaksanaan Pilkada Harus Terstruktur

Dalam proses pelaksanaan pilkada di masa pandemi, Indonesia bisa belajar dari beberapa negara yang berhasil melaksanakan pemilu, salah satunya adalah Korea Selatan, yang mana tidak menjadi klaster baru penyebaran COVID-19 dalam proses penyelenggaraannya. Korea Selatan sendiri menyelenggarakan pemilu pada 15 April 2020 dengan beberapa metode. 

Dikutip dari Makalah Teknis International IDEA 2/2020, langkah pertama yang diambil, yaitu mendorong para pemilih  untuk mengambil kesempatan memilih sebelum tanggal 15 April. Metode ini mempersilakan pemilih untuk memberikan suara  sebelum hari pemungutan suara di TPS manapun  walaupun tidak dekat dengan mereka. 

Korea Selatan menyediakan TPS 3.500 di seluruh  penjuru negeri pada tanggal 10 dan 11 April untuk proses pemungutan suaranya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kerumunan massa pada hari pemilu tanggal 15 April 2020. Kemudian metode lainnya adalah mempersilakan  pemungutan suara "di rumah" melalui POS kepada pasien COVID-19 di rumah sakit, yang sedang dalam karantina/isolasi mandiri di rumah, dan di pusat layanan kesehatan lainnya.

Untuk tindakan preventif yang dilakukan, Korea Selatan mewajibkan pemilih memakai masker saat pemungutan suara, pemeriksaan suhu tubuh sebelum memasuki TPS, mewajibkan pemilih untuk jaga jarak 1 meter, wajib mencuci tangan sebelum masuk TPS yang kemudian diberikan sarung tangan plastik dari penyelenggara pemilu sembari memastikan identias pemilih, dan terakhir pemilih harus membuang sarung tangannya di tempat sampah yang disediakan oleh penyelenggara. 

Untuk para petugas TPS diwajibkan untuk  memakai masker, sarung tangan plastik, dan mensterilkan TPS pada malam sebelum hari pemungutan suara dan mencegah masuk siapapun sebelum pemungutan suara dilaksanakan.

Di Indonesia sendiri sudah ada Keputusan Menteri Kesehatan mengenai pencegahan dan pengendalian COVID-19, hal ini bisa dielaborasikan kemudian disiarkan melalui media nasional dan melalui poster edukasi di setiap penjuru negeri. Untuk partai-partai politik bisa menggunakan teknologi digital seperti internet, pesan singkat, atau metode-metode inovatif lainnya yang tidak bertentangan dengan protokol kesehatan.

Handika Faqih Nugroho, Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun