Lupakan dulu perang melawan covid, terorisme, apalagi korupsi. Karena perang antar sekte di ranah kuliner, jauh lebih menarik untuk diikuti, sekaligus menggoda kita untuk angkat senjata. Sebab faktanya, saat ini peperangan di genre ini, sudah mulai menyentuh pada titik-titik yang kian absurd.
Kita ingat, beberapa tahun lalu, pertempuran antar sekte kuliner cuma berada pada level tataran penamaan. Semisal kaum martabak manis, melawan kaum terang bulan. Masih remeh-temeh lah levelnya.
Tapi kemudian, peperangan berkembang pada level yang lebih substansial, yakni pada metode penyajian makanan. Â yang secara spesifik melibatkan kaum bubur diaduk, versus kaum tidak diaduk. Sampai hari ini, masih belum jelas siapa yang kalah. Sebab kedua kubu, masih sama-sama merasa menang.
Hari ini pertengkaran semacam itu, kian semarak pada banyak ranah. Bahkan semakin sengit pergulatan argumentatifnya. Tentu ini jadi arena seru, sekaligus menghibur. Berbeda sekali misalnya dengan perseteruan di ranah politik. Sudah tidak kontekstual, seringkali malah menjurus adhominem.
Pada pertempuran sekte kuliner, bakso yang diisi selain daging saja, bisa dianggap penistaan oleh para kaum penjaga kesucian bakso. Ada juga kaum yang menolak Sate Taichan dimasukkan ke dalam golongan persatean duniawi, cuma karena bumbunya yang terlalu minimalis. Ada benarnya sih.
Yang paling baru, yang lagi hangat dibentur-benturkan di grup WhatsApp Pemburu Kuliner Nusantara yang saya ikuti. Saya dihadapkan pada dua pilihan sulit, yakni enakan mana rasa Teh Botol kemasan plastik, dengan Teh Botol beling?
Ya tentu siapapun bisa bebas mau berdiri pada kubu yang mana. Kalau saya sih percaya, Teh Botol ya harus dinikmati sesuai fitrahnya. Disajikan dingin, diteguk langsung dari botol beling. Bukan dari botol plastik, bukan lewat perantara sedotan, apalagi dituang ke gelas yang diisi es batu segala. Rasa tehnya bisa rusak.
Tapi saya ga kaget, jika ada banyak juga orang yang justru lebih suka Teh Botol kemasan plastik. Tentu, orang lebih pingin yang praktis, aman, dan ga ribet dibawa ke mana-mana.
Kan ga lucu, kalo botol beling dimasukin tas, beradu dengan perintilan barang yang kita bawa. Sepanjang jalan, kita diliatin orang-orang karena bunyi kentrang-kentring mirip bel sepeda ontel, tapi ga ada sepedanya. Belum lagi kalau botolnya pecah, tehnya tumpah-ruah ke mana-mana. Ambyar.