Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Coki Pardede, Anies, dan Sulitnya Menemukan Kelucuan dari Komedi Gelap

6 Januari 2020   12:48 Diperbarui: 7 Januari 2020   11:46 2989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan Coki Pardede ketika tampil di panggung SUCI 6. (sumber: Youtube Stand Up Kompas TV)

Komedi gelap memang dibangun dalam kerangka yang mungkin saja menyinggung sebagian orang. Rumit, penuh kompleksitas. Namun bukan berarti tujuannya adalah semata untuk melukai.

Komedi gelap justru biasa dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu, yang tak tertembus dengan komedi serta sindiran-sindiran biasa. Komedi gelap seringkali terbentuk dari sebuah kemarahan, pemberontakan, namun tetap tak meninggalkan sisi komedinya meski dibangun tipis-tipis.

Melihat kerangkanya yang begitu rumit saja, tentu tidak semua orang bisa dengan mudah menemukan kelucuan dari sebuah komedi gelap. 

Orang lebih mudah menemukan ketersinggungan, bahkan mungkin terpicu untuk terbakar amarah, karena sebagaimana lazimnya warga +62 kebanyakan, lebih banyak yang gemar "bacot" ketimbang "baca". Maka tak heran, ketika orang lebih banyak yang menelan mentah-mentah konten, tanpa mau melihat dan memahami konteksnya. Perlu saya ulang?

Apa yang dicuitkan Coki, sebetulnya adalah suatu bentuk kejengkelannya, terhadap mereka yang seolah menjadi tangan kanan Tuhan di muka bumi. Mereka yang seolah bebas mengatakan ini haram, ini boleh, ini kafir, ini tak sesuai dengan apa yang agama ajarkan. 

Sementara jika aturan-aturan yang didengungkannya tadi, berbenturan dengan kepentingan mereka sendiri, hal tersebut menjadi tak berlaku lagi. Ini yang coba disuarakan Coki dalam bentuk komedi gelapnya.

Sayangnya Coki seolah lupa, terhadap siapa ia berhadapan, serta di mana ia melontarkan lawakan itu. Orang-orang yang dihadapinya ini punya pengikut yang cukup banyak, hampir semuanya tak siap menerima komedi gelap. 

Tapi tentu, selalu siap diajak gelap mata, bahkan boleh jadi kalap. Yang tentu saja membuat pesan dari Coki dalam komedinya itu, menjadi tak terdengar sama sekali.

Dan benar saja, ketika satu per satu orang mulai berkomentar, mengomentari cuitan komedi gelap Coki, tanpa memahami lebih dulu konteksnya. Dari situlah debat kusir dimulai. 

Coki mencuitkan A, netizen mengartikannya sebagai B, lalu netizen menyerang balik Coki dengan asumsi serta argumentasi B tadi. Kasihan Coki, nasibnya lagi-lagi gelap, segelap komedi yang tengah diciptakannya sendiri.

Saya sendiri adalah orang yang tak tertawa, bahkan sulit menemukan kelucuan atas komedi gelap yang coba disuguhkan Coki. Namun ketimbang ikut berkomentar, menyudutkan Coki, Saya memilih untuk berusaha memahami konteksnya, melihat dari mana sudut pandangnya. Dari situlah saya menemukan apa yang coba disampaikan Coki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun