Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siapakah Kaum Milenial?

29 Oktober 2021   00:28 Diperbarui: 29 Oktober 2021   00:36 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pertanyaan siapakah kaum milenial sekilas nampak mudah untuk dijawab, tetapi sesungguhnya tidaklah sederhana untuk menjawab pertanyaan yang  satu ini. Secara gampang, kaum milenial adalah mereka yang lahir di sekitar tahun 1981-2000, di mana saat ini merupakan early adaptor, mereka adalah manusia produktif Indonesia. Di tahun 2030 angkatan kerja produktif adalah kaum milenial.

Si-milenial adalah kelompok demografi setelah generasi X; tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Milenial juga dikenal sebagai generasi Y, sedangkan generasi Z adalah generasi penerus setelah generasi milenial. Generasi Z adalah mereka yang lahir setelah tahun 1997, yang tumbuh dengan teknologi internet dan media sosial. Dari lahir hingga dewasa, generasi ini telah 'terpapar' internet, jaringan sosial dan sistem seluler. Sedangkan mereka yang lahir setelah generasi Z disebut generasi A (Alfa).

            Adpun ciri dasar generasi milenial, antara lain:

  • 'No gadged no life!'
  • Mudah merasa bosan.
  • Menyukai yang serba instan.
  • Menyukai melakukan pembayaran non-cash.
  • Mahir multitasking.

Apakah Mahasiswa termasuk Generasi Milenial?

Mahasiswa dan semua pelajar saat ini sudah pasti termasuk dalam generasi milenials (di Indonesia ada 81 juta dari jumlah penduduk yang tercatat pada tanggal 21.5.2021). Istilah generasi milenial memang sudah akrab terdengar, berasal dari kata millennials yang diciptakan oleh 2 tokoh sejarah dan penulis Amerika Serikat, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya.

Sebagai dosen, penulis harus dapat menyesuaikan diri ketika melayani mereka baik di kelas luring terlebih di kelas daring. Mengacu pada ciri ke 2 sebagaimana yang penulis sebutkan di atas yaitu 'mudah merasa bosan' tentu saja pengemasan dan penyajian pembelajaran harus dapat menyenangkan. 

Oleh karena itu, penulis menggunakan strategi 'ser-san', artinya serius -- santai yang senantiasa dikombinasikan secara menarik, karena jika dosen bersikap 'kaku' bisa jadi ia 'tidak laku' lagi, artinya tidak disukai dan bila serius sepanjang waktu pembelajaran tentu akan membuat mahasiswa bosan/jenuh.

Mahasiswa tidak bisa pisah dengan HP-nya. Kemana saja, di mana saja dan kapan saja selalu bersama barang yang satu ini. Kalau untuk keperluan belajar sih baik-baik saja, repotnya kalau seluruh waktu habis untuk ber HP ria sebagaimana yang kita lihat di mana-mana ketika mahasiswa berkumpul bukan sibuk ngobrol, tapi sibuk up date status sambil scroll akun med sos. Begitu juga bila sedang kumpul bersama keluarga, yang namanya HP itu tak pernah lepas dari tangannya, sehingga terkesan 'cuek' jika diajak bincang-bincang oleh orangtuanya.

Lalu bagaimana pihak kampus menyikapi hal ini? Di kampus kita kenal istilah Si Akad (Sistem Informasi Akademik). Dosen, mahasiswa dan tenaga akademik kampus semua harus 'melek' teknologi internet, karena produk-produk teknologi terus berkembang dengan pesatnya. 

Barangsiapa tidak adaptasi pastilah ia tertinggal. Hidup di era informasi tak boleh ketinggalan informasi, manusia adalah informasi apa yang diterimanya. Tentunya dengan bijak dapat memilih dan memilah mana yang bermanfaat dan mana pula yang tidak, sehingga tidak seluruh waktu habis dengan sia-sia.

Kehadiran smartphone dan media sosial, seperti face book, twitter, Instagram, dan lain-lain menjadikan generasi milenial menjadi seperti ketergantungan dengan benda yang namanya HP. Dunia yang berputar secara cepat ini menuntut manusia bergerak cepat. Sudah lebih kurang 15 tahun yang lalu sejak penulis menyelesaikan studi S3 Manajemen Pendidikan sudah memilih dan menetapkan semboyan hidup: "Jadilah si-cepat, dengan berpikir cepat dan bertindak cepat!"

Kehidupan kampus harus dapat menyesuaikan dengan irama cepat, seperti di bidang pelayanan administrasi akademik, menyiapkan sistem informasi akademik yang dapat membantu manajemen akademik untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa milenial dalam hal kegiatan KRS (Kartu Rencana Studi), KHS (Kartu Hasil Studi), membayar uang kuliah, dan lain-lain. 

Karena dengan adanya sistem informasi akademik secara on line rupanya membuat mahasiswa milenial menjadi lebih mudah dan praktis melakukan kegiatan administrasi akademik, sehingga mereka merasa nyaman.

Pihak perguruan tinggi harus dapat menyesuaikan dengan kondisi yang demikian, karena kini semua sudah serba digital. Tidak hanya dari segi pendidikan dan teknologi, tetapi juga perilaku generasi milenial itu pastinya berbeda dengan generasi sebelumnya. 

Sebuah riset yang dilakukan oleh Lembaga Alvara Research Centre menyatakan generasi milenial menyimpan potensi besar untuk bisnis. Begitu maraknya bisnis on line yang dikerjakan oleh kaum milenial mulai dari pakaian, makanan, kosmetik dan segala keperluan mereka dipenuhi lewat on line. Pantas saja banyak mall dan supermarket bangkrut dan akhirnya tutup.

Dunia berubah, manusia harus beradaptasi kalau tak mau 'mati'. Perkembangan telah mendorong kaum milenial memiliki kemampuan multitasking dan dengan berperilaku demikian para milenial menjadi terbiasa melakukan dua hingga tiga pekerjaan sekaligus. Belahan otak kiri dan otak kanan digunakan secara bergantian dan mengasah kemampuannya terus-menerus sehingga menjadi sangat kreatif. Dengan kreativitasnya mereka bisa menjadi inovator-inovator yang handal. Milenial yang tangguh akan terus bertumbuh.

Di tahun 2030 nanti biarlah Indonesia menuai bonus demografi dengan hadirnya generasi milenial yang sudah harus dipersiapkan mulai dari sekarang. Ditempa kedisiplinannya, dibentuk karakternya, difasilitasi kebutuhannya, dijaga kesehatan fisik dan psikhis serta mentalnya, sehingga menjadi generasi yang tangguh dan yang tidak manja untuk menyongsong Indonesia emas di tahun 2045.

Generasi milenial adalah penerus tongkat estafet bagi orantuanya. Oleh karena itu, sebagai orangtua bertindaklah bijak, sebagai pendidik berpikiran yang maju. Mari satukan tekad dan niat hati yang tulus dalam membina generasi milenial demi Indonesia yang sejahtera.

Jakarta, 28 Oktober 2021

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia - tyasyes@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun