Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tetap Tahan di Bawah Tekanan

15 September 2021   22:15 Diperbarui: 15 September 2021   22:19 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pandemi covid-19 yang sekian lama melanda dunia tidak terkecuali Indonesia, berimbas pada seluruh bidang kehidupan. Semua menjadi berubah, kebiasaan-kebiasaan lama yang dulunya bisa dikerjakan dengan nyaman, kini orang 'dipaksa' keluar dari zona nyaman (comfort zone). Dokter dan tenaga kesehatan yang tentunya paham akan dunia kesehatan juga bisa jadi korban karena keganasan corona. 

Ahli-ahli ekonomi dibuat kalang kabut mempertahankan dan menghidupkan perekonomian yang nyaris lumpuh dibuatnya. Para pemimpin cq negarawan harus bisa berpikir cepat dan bertindak cepat, supaya Indonesia tidak tinggal nama saja.

Kebesaran dan kejayaan Indonesia yang terkenal kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) nya yang melimpah harus bisa menghidupi seluruh rakyatnya. Sumber Daya Manusia (SDM) yang konon dikatakan (maaf) 'kurang berbobot' bak sekam yang harus berterbangan ketika beras itu ditampi dalam tampah, artinya mereka kini dihadapkan dengan kenyataan bahwa di dunia ini telah terjadi perubahan besar-besaran. Di bidang teknologi telah melejit dengan pesatnya seolah tanpa peduli kepada mereka yang terlena dalam kenyamanan.

Ketika manusia sedang bersiap-siap memasuki era globalisasi, tiba-tiba semuanya sudah di depan mata, mau tak mau atau suka tak suka otak manusia dipicu dan dipacu untuk bekerja keras dan berpikir cerdas (work hard and think smart) kalau tak ingin terlunta-lunta di tengah hiruk pikuknya dunia yang sedang berlomba untuk maju. 

Di bawah kondisi yang begitu menekan ini, insan yang peduli pada bidang pendidikan menjadi 'terperangah' dibuatnya. Komputerisasi dan digitalisasi memang sudah dipikirkan jauh-jauh hari sebelumnya namun, tak seorangpun menyangka bahwa dengan tekanan wabah virus yang tak kenal ampun ini, dunia pendidikan harus tetap eksis jika tak mau tergilas oleh roda zaman.

           Berikut penulis hendak menyampaikan beberapa ilustrasi:

  • Orang menanam biji mangga misalnya, biji tersebut harus dipendam dalam tanah beberapa waktu lamanya barulah ia bisa tumbuh, menyembul ke permukaan tanah--tumbuh--hidup--berkembang--berbuah dan jika diberi pupuk maka pasti berbuah lebat nantinya. Konon cara orang menanam kurma, bahkan biji kurma tersebut harus ditindih dengan batu terlebih dahulu supaya nanti akar-akarnya menancap dengan kuat ke dalam tanah.

  • Sebongkah batu ataupun sebatang kayu yang belum dibentuk sama sekali akan menjadi indah setelah mengalami ditatah, dipahat, digergaji, dipukul, diamplas, dan sebagainya, barulah menjadi benda seni yang bernilai.

  • Sebuah permainan (yang mendidik) sering penulis lakukan ketika memimpin games di acara outbound training ialah memasukkan sebuah bola ke dalam ember yang berisi air dan kemudian menekannya terus ke bawah sampai bola itu mecapai dasar ember, kemudian tangan kita angkat dan apa yang terjadi, bola itu akan meloncat tinggi-tinggi karena sudah terlepas dari tangan manusia yang menekannya.

Demikian halnya dengan manusia, hanya manusia lah yang bisa dididik dan dilatih. Melalui pendidikan ia bertambah pengetahuannya, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang semula tidak bisa menjadi bisa, dari perilaku yang kurang baik menjadi baik dan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi, artinya mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. 

Sedangkan tujuan manusia dilatih ialah agar manusia menjadi terampil, diasah terus-menerus potensinya sehingga menjadi handal/mumpuni dalam mengerjakan sesuatu. Kalau dunia pendidikan mengenal IQ, EQ, AQ (Intelligence Quotients, Emotional Quotients, Adversity Quotients), kesemuanya itu memang penting dimiliki manusia. Khusus dalam hal ini penulis hendak membahas AQ, apa itu AQ?

Adversity Quotients

AQ diambil dari konsep yang dikembangkan oleh Paul G. Stoltz (seorang konsultan di dunia kerja dan pendidikan berbasis skill (Stoltz, 2000). AQ adalah skor yang mengukur kemampuan seseorang untuk menghadapi kesulitan dalam hidup mereka. Penulis memaknainya sebagai 'ketahanmalangan', AQ ini dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan dalam hidup karena seseorang yang memiliki AQ yang tinggi bisa sukses (berhasil) meskipun banyak hambatan menghadang, mereka tidak mudah menyerah karena tidak membiarkan kesulitan menghancurkan impian dan cita-citanya.

Orang bisa pandai, memiliki IQ tinggi, orang bisa juga memiliki kecerdasan mengelola emosinya dengan baik namun, orang juga harus ulet, tahan uji, tahan banting, tidak mudah menyerah (not easily give up) terlebih ketika menghadapi rintangan. Ia mampu mengubah rintangan/halangan menjadi peluang, itulah tuntutan zaman kini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun