Begitu juga Indonesia ini akan tampak indah apabila antarsuku dan antaragama yang ada di bumi pertiwi ini dipelihara dan dikelola dengan baik dan benar.
Kini pandemi covid-19 telah melandai bahkan DKI Jakarta telah dinyatakan sebagai zona hijau, dengan rasa syukur kami seluruh warga Jakarta bersiap-siap untuk menyambutnya dengan segala aktivitas yang normal seperti dulu-dulu lagi namun, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat, agar corona tidak datang menyerang lagi, tetap eling lan waspada (ingat dan waspada).Â
Makin cinta Indonesia, siap merawat keberagaman yang ada dengan penuh toleransi dan terus memupuk sifat gotong royong serta tetap teguh berpedoman kepada dasar negara Pancasila. Sebagai ideologi bangsa dengan 5 sila nya yang begitu luhur, untuk mendorong transformasi struktur dan kultur, demi terwujudnya common domain ke-Indonesia-an kita, tanpa menanggalkan identitas dan entitas masing-masing warganya.
Oleh karena itu, bagaimanapun padatnya mata pelajaran yang disusun di sekolah dari SD sampai SMA/SMK kiranya Pancasila tetap menjadi salah satu mata pelajaran wajib yang sangat penting diaktualisasikan sebagai ranah mental spiritual. Pancasila bukan agama namun, bisa mempersatukan semua agama.Â
Pancasila menjadi jembatan bagi segala perbedaan, sebagaimana Kompas tanggal 2 Juni 2021: 'Peringatan hari lahir Pancasila menjadi pengingat bersama untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; salah satunya dengan menerima dan mensyukuri keberagaman'.
Sebagaimana bapak Yudi Latif dalam bukunya Pendidikan yang Berkebudayaan (2020) menuliskan bahwa: 'Pendidikan itu ibarat benih harapan. Manakala masyarakat dilanda kegelapan, keterbelakangan, keterpurukan, kekacauan; sedang tidak tahu kunci solusinya, maka sandaran pamungkasnya adalah pendidikan.Â
Bila benih itu mendapatkan pengairan, penerangan dan perawatan jiwa yang baik, ia akan tumbuh jadi pohon pengetahuan, kebijaksanaan dan peradaban yang subur-luhur'. Mengacu pada pendapat Jose Manuel Barroso: 'Tidak ada stabilitas tanpa solidaritas dan tidak ada solidaritas tanpa stabilitas'.Â
Sedangkan menurut hemat penulis: 'Tidak ada kebaikan yang bisa kita dapatkan dari sebuah perpecahan, maka kunci menghindari perpecahan adalah mensyukuri perbedaan'.
Orangtua sebagai pendidik pertama dan utama wajib menyiapkan anak/anak-anaknya sejak dini usia dengan sifat toleran. Peran keluarga dan peran masyarakat sangat diperlukan dalam ikatan kerjasama yang harmonis sebagai agen transformasi bangsa Indonesia.Â
Ranah keluarga diperlukan sebagai tempat menyemai moral perseorangan/individu melalui pemupukan moral agama dan keteladanan budi pekerti (role model) sejak dini.Â
Komunitas suku, agama dan adat-istiadat serta lingkungan masyarakat diperlukan untuk memperkuat landasan moral yang dimulai dari keluarga.Â