Mohon tunggu...
Hanan Wiyoko
Hanan Wiyoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya menulis maka saya ada

Suka membaca dan menulis, bergiat di literasi digital dan politik, tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jalan Tengah Pro-Kontra Bangunkan Sahur Pakai Pengeras Suara

1 Mei 2021   10:50 Diperbarui: 1 Mei 2021   10:53 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan pemusik bangunkan sahur di Purwokerto.Dokpri

Tradisi mengingatkan waktu sahur lewat pengeras suara atau toa di masjid sempat menjadi perbincangan. Belum lama ini artis Zaskia Adya Mecca mengkritik dan mengeluh penggunaan toa masjid untuk membangunkan warga saat dini hari. Bagaimana jalan tengahnya?

PENGGUNAAN toa masjid atau membunyikan alat musik berkeliling permukiman merupakan tradisi yang dijumpai saat Ramadan. Sudah turun temurun. Saya belum memiliki data, mulai kapan cara tersebut ada di masyarakat kita.

Apakah cara ini salah?

Tulisan ini tidak bermaksud memberikan penilaian. Namun berupaya memberikan pandangan jalan tengah. Mengingat fenomena membangunankan orang sahur dengan bunyi-bunyian keras ini ada yang mengkritik namun ada yang berterima kasih. 

Bagi yang mengkritik, seperti disampaikan oleh Zaskia Adya Mecca lewat Instagramnya karena merasa terganggu. Namun, bagi yang merasa terbantu karena suara keras itu menjadikan terjaga dan melaksanakan sahur.

Cerita keluhan terhadap aktivitas membunyikan keras alat musik membangunkan orang sahur saya alami ketika hidup di Yogyakarta, sekitar tahun 2013 silam. Saat itu saya kost di dekat hotel berbintang di Jalan Jenderal Soedirman, Yogyakarta. Tidak jauh dari perempatan tugu yang terkenal itu, Tugu Golagong. Setiap memasuki waktu sahur tiba, serombongan pemuda membunyikan kentongan dan alat pukul melintas gang-gang sempit. Termasuk menyisir gang berbatasan dengan tembok tinggi hotel. Alhasil suara keras ini terdengar dan membangunkan tamu-tamu hotel, yang kebanyakan tamu luar negeri. Ada tamu yang akhirnya mengeluh ke manajer hotel. Pihak hotel kemudian menindaklanjuti dengan meneruskan keluhan ke rombongan pemuda tadi. Solusinya, para pemusik diminta mengambil jalan lain atau tidak membunyikan kentongan mereka saat melintas dekat hotel.

Selain di Yogyakarta, aktivitas membangunkan orang sahur juga terjadi di Samarinda. Ramadan tahun ini, diberitakan rombongan pemuda pemain bedug sahur yang berkeliling menggunakan mobil dan pengeras suara serta menyalakan suar dibubarkan warga. Selain dianggap mengganggu, juga menimbulkan kerumunan dan tak menjalankan protokol kesehatan. Video bisa disimak dalam link ini. Artinya, maksud baik pun harus dilaksanakan dengan cara-cara yang baik pula.

Tradisi Sahur

Sebagai sebuah tradisi, bedug sahur atau kentongan sahur dan membangunkan lewat pengeras suara bisa dijumpai di beberapa lokasi. Tujuannya mengingatkan waktu sahur sudah tiba serta membangunkan warga muslim agar makan sahur. Bagi yang berterima kasih, atau merasa tidak terganggu, cara ini dianggap sebagai hal lumrah di negara mayoritas muslim.

Cerita ini disampaikan Rudi (40), tetangga saya di perumahan. Marbot masjid yang tahun ini pertama bertugas membangunkan sahur lewat pengeras suara masjid mengaku tidak berteriak kencang saat bersuara membangunkan sahur. Sadar pengeras suara masjid bisa menjangkau luas, bahasa yang disampaikan dipilih tertata, sopan, dan suara merdu.

"Saya pernah terlambat bangun sahur sehingga absen membangunkan warga. Rupanya ada warga yang kirim pesan Whatsapp ke saya katanya terl tidak bangun sahur karena tidak mendengar suara pembangun sahur dari masjid," kata Rudi.

Jalan Tengah

Seperti disampaikan di atas, tradisi bangunkan sahur menimbulkan pro dan kontra. Untuk itu perlu diatur sebagai upaya jalan tengah (win-win solution) bagaimana cara yang bijak dalam membangunkan warga sahur. Berikut kiat-kiat dari saya :

1. Bila menggunakan pengeras suara (toa) masjid, hendaknya tidak berteriak kencang. Gunakanlah bahasa yang sopan, intonasi suara yang jelas, serta tidak terlalu lama.

2. Bila menggunakan alat musik seperti bedug atau kentongan, hendaknya dengan permainan yang lembut, tidak dibuat menyentak untuk membangunkan orang-orang dengan tujuan membuat kaget, serta memperhatikan situasi lingkungan. Misalnya bila melewati rumah yang memiliki bayi atau rumah non-muslim.

3. Kedepankan tenggang rasa dan toleransi beragama, terutama bila berada di lingkungan yang heterogen seperti di pemukiman padat perkotaan. 

4.Koordinasikan kegiatan dengan tokoh masyarakat dan agama setempat. Minta petunjuk pelaksanaan kegiatan dan nasihat. 

Demikian kiat-kiat sebagai upaya jalan tengah agar tradisi membangunkan sahur tetap bisa berjalan dengan meminimalisir keluhan masyarakat. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun