Mohon tunggu...
Sera Wibisono
Sera Wibisono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Paradoks Kota Jogja, Nyaman untuk Kenakalan Remaja?

11 Desember 2018   23:18 Diperbarui: 11 Desember 2018   23:23 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dikenal sebagai Kota Pelajar, Kota Wisata, dan Kota Budaya, Jogja mengusung frasa "Jogja Berhati Nyaman" untuk slogan kota mereka. Tentu saja tidak ada yang bisa membantah bahwa Jogja bukanlah Kota Pelajar, mengingat banyaknya perguruan tinggi dan akademi di sini. Bahkan salah satu universitas terbaik di Indonesia ada di Jogja.

Namun, Jogja dengan segala kekayaan budaya dan banyaknya jumlah pelajar (lebih dari 350.000 mahasiswa) juga mempunyai sisi gelap yang tidak bisa diindahkan. Jogja mempunyai sejarah yang panjang dan berdarah tentang preman dan gali mulai dari jaman Orde Baru. Selain itu, pada kurun waktu 2005 hingga 2011, banyak terjadi tawuran antar pelajar yang menjadi awal mula perbuatan klitih.

Belum seminggu yang lalu, terjadi kecelakaan yang diduga akibat klitih, dan kecelakaan ini justru menewaskan tersangka klitih. Kecelakaan tersebut terjadi di depan Puskesmas Seyegan, Jalan Kebon Agung, Dusun Seyegan, Margokaton, Sleman, Yogyakarta pada hari Jumat, 7 Desember sekitar pukul 2 dini hari.

Meskipun begitu, ini bukanlah kali pertama terjadi kasus klitih yang berujung maut. Bulan Juni lalu, masyarakat Jogja digegerkan dengan tewasnya mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UGM di tangan pelaku klitih. Yang lebih mengejutkan lagi, pembunuhan tersebut dilakukan oleh dua orang laki-laki yang masih berusia 16 tahun dan 19 tahun. Mereka melakukannya karena menyangka korban adalah orang yang pernah berbuat jahat pada mereka. Sungguh sangat miris, 16 tahun tapi sudah membunuh orang.

Hukum di Indonesia yang mengenal perlindungan dari penyiksaan dan hukuman yang dinilai terlalu berat bagi anak dan remaja mungkin merupakan suatu pendekatan yang baik. Hal ini selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun.

Sebelum putusan ini, menurut UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak yang berusia 8 hingga 18 tahun dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana. Jika yang dilakukan anak merupakan tindak pidana berat dan dapat diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, hukuman yang dijatuhkan adalah penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Memberi hukuman dengan mempertimbangkan masa depan anak memang sebuah poin penting. Namun "memberikan efek jera", seperti yang selalu dikatakan oleh para polisi sebenarnya belum cukup. Menurut Soeprapto yang merupakan seorang sosiolog, pelaku kekerasan yang masih remaja "tidak hanya dibina", namun juga perlu dikenali siapa di antara mereka yang sepatutnya dihukum lebih berat berdasarkan kadar keterlibatannya dalam menghilangkan nyawa seseorang.

Menurutnya, orang tua, komisi nasional hak asasi manusia, dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada anak-anak harus mampu memilah mana anak yang layak untuk diperbaiki dan mana yang harus benar-benar dibela. Jika tidak, korban bisa semakin banyak.

Kenakalan remaja sendiri merupakan akibat dari berbagai macam faktor, seperti ketidakharmonisan keluarga, buruknya lingkungan pergaulan, buruknya penanaman nilai-nilai moral yang seharusnya ditanamkan oleh orang tua sejak dini, hingga faktor ekonomi dan teknologi informasi. Peran para orang tua dan tenaga pendidik memang amat sangat dibutuhkan, namun bukan berarti pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.

Langkah sederhana bisa dilakukan untuk mengurangi angka kenakalan remaja, misalnya dengan mewajibkan para pelajar untuk mengikuti ekstrakurikuler. Energi yang berlebih yang dimiliki oleh para remaja bisa disalurkan untuk kegiatan yang positif.

Calon DPD DIY No. 24
Calon DPD DIY No. 24
Pemilu 2019 yang akan datang bisa dijadikan sebagai awal untuk mulai lebih memperhatikan masalah kenakalan remaja. Tentunya kita sangat berharap akan ada wakil-wakil rakyat yang mau memperhatikan permasalahan ini, seperti Pak Bambang Soepijanto yang merupakan calon DPD daerah pemilihan DIY. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun