Mohon tunggu...
Hana Mutiasari
Hana Mutiasari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Magister Manajemen dan Kepemimpinan FIK UI 2013

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Keselamatan Pasien, Harga Mati

9 Juni 2014   23:48 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:29 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hubungan Dokter-Pasien Mengecewakan

Kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indikator positif mulai meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun RS yang disomasi, diadukan, bahkan dituntut oleh pasien. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya memuaskan semua pihak terutama pihak pasien dan keluarga, sehingga mudah sekali mereka menghakimi bahwa telah terjadi malpraktek yang dilakukan oleh pihak dokter / tim kesehatan maupun RS. Hal ini mungkin terjadi akibat kurangnya komunikasi antara pasien dan keluarga dengan dokter atau tim medis lain di pelayanan kesehatan. Kompetensi dokter juga diragukan dengan banyaknya pasien orang Indonesia yang berobat ke luar negeri.

Pejabat rumah sakit (RS) pemerintah Singapura mengatakan lebih dari seratus ribu warga Indonesia berobat ke Singapura setiap tahunnya. Selain Singapura pasien Indonesia juga mendominasi di sejumlah RS di Malaysia dan Ghuang Zou Cina. Data tahun 2006 menyebutkan jumlah devisa negara yang tersedot ke RS luar negeri mencapai US$600 juta setiap tahunnya. General Manager National Healthcare Group International Business Development Unit (NHG IBDU) Kamaljeet Singh Gill mengungkapkan, sebanyak 50% pasien internasional yang berobat ke Singapura adalah warga Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun, setiap tahunnya, wisatawan medis atau medical tourist yang berobat ke Singapura mencapai 200.000 per tahun. Artinya ada sekitar 100.000 warga Indonesia berobat ke Singapura tiap tahun, atau sekitar 273 pasien setiap harinya.
Data lainnya menyebutkan jumlah pasien Indonesia yang berobat di RS Lam Wah Ee Malaysia mencapai 12.000 per tahun atau sekitar 32 pasien per hari. Sementara, di RS Adventist Malaysia jumlah pasien Indonesia yang terjaring mencapai 14.000 per tahun atau sekitar 38 pasien per hari. Sementara jumlah warga Sumatera Utara dan sekitarnya yang berobat ke Penang, Malaysia, mencapai seribu orang setiap bulannya. Bukankah ini jumlah yang tidak sedikit untuk harga sebuah pelayanan.
Mengapa dokter-dokter anak bangsa ini seperti tidak dipercaya oleh masyarakatnya sendiri ? Padahal kemampuan medis dokter-dokter kita tidak kalah dibandingkan dengan dokter-dokter di luar negeri. Pelayanan kesehatan di Indonesia belum cukup mampu untuk bersaing dan mempunyai daya saing yang tinggi dibanding dengan pelayanan di negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Dengan mutu yang rendah seringkali menimbulkan risiko bagi keselamatan pasien.Perhimpunan RS Seluruh Indonesia (PERSI) mengajak semua stakeholders RS untuk memperhatikan keselamatan pasien RS. Gerakan keselamatan pasien RS diawali dengan membentuk Komite keselamatan pasien RS oleh PERSI pada Juni 2005 sebagai hasil Raker PERSI Maret 2005 diikuti dengan pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien RS oleh Menkes Dr. Siti Fadilah Supari pada 21 Agustus 2005. Peraturan menteri kesehatan RI No 1691/MENKES/PER/VIII/2011 menyatakan bahwa keselamatan pasien RS adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman dan meminimalkan timbulnya risiko serta mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Utamakan keselamatan “safety first” telah menjadi kebijakan global untuk pelayanan dirumah sakit. Rumah sakit mempunyai tugas dan tanggungjawab menjaga dan mengupayakan keselamatan pasien dari berbagai risiko yang dapat timbul selama menjalani perawatan di rumah sakit. Fokus utama kegiatan di rumah sakit adalah pelayanan medis dan keperawatan. Oleh karena itu keselamatan pasien menjadi prioritas utama untuk dilaksaksanakan. Kebijakan keselamatan pasien di rumah sakit juga sebagai bentuk tanggung jawab dan perlindungan kepada masyarakat. Pada akhirnya masyarakat akan menilai mutu layanan citra dari RS dari implementasi kebijakan tersebut diterapkan dalam setiap aspek pelayanannya.

Namun di berbagai RS standar keselamatan pasien belum diimplementasikan secara optimal. Hal tersebut disebabkan karena kompetensi petugas kesehatan yang belum memenuhi standar. Aspek ketrampilan (skill), pengetahuan /knowledge), pengalaman (experiences) dan perilaku professional (professional attitude) menjadi komponen kompetensi yang harus dimiliki oleh semua petugas kesehatan. Adanya kecenderungan lemahnya komunikasi antar dokter dan pasien sehingga hak pasien untuk mengetahui kondisi penyakitnya tidak terpenuhi.

Banyak opini menyebutkan, cara berkomunikasi dokter-pasien di Indonesia kalah jauh dibandingkan dokter-dokter di luar negeri. Kendala yang kerap timbul dalam komunikasi antara pasien dan dokter antara lain adalah keterbatasan waktu untuk bertemu atau pertemuan yang tidak efektif karena yang terjadi adalah komunikasi satu arah.

Beberapa pasien mengungkapkan berobat di Singapura sangat puas, karena dapat berkonsultasi dengan dokter hingga 1 jam. Di Indonesia, seorang pasien bisa masuk ruang praktek dokter 15 menit saja sudah menjadi hal yang langka. Sebagian besar hubungan dokter-pasien pun hanya bersifat satu arah. Bayangkan begitu hebatnya kesadaran para dokter untuk memberikan value-added services disana.
Bedasarkan data penanganan pengaduan yang telah dilakukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran (MKDKI) periode 2006 – April 2014 berjumlah keseluruhan 270 kasus pengaduan dugaan malpraktik. Berdasarkan data MKDKI permasalahan pengaduan disebabkan oleh: komunikasi (59%), ingkar janji (dishonesty/fraud) penelantaran, pembiayaan, standar pelayanan, kasus rumah tangga, kompetensi dan iklan. Kelemahan komunikasi tersebut dalam bentuk komunikasi sehari-hari yang diharapkan dapat mempererat hubungan antar individu maupun dalam bentuk pemberian informasi sebelum dilakukannya tindakan dan sesudah terjadinya risiko atau komplikasi.
Penting untuk diingat bahwa hubungan dan komunikasi yang tidak berjalan dengan baik akan membuat pasien merasa sungkan dan enggan untuk bertanya pada dokter, pasien hanya mengikuti saja apa yang disampaikan sang dokter.

Melihat kondisi yang demikian kompleks bagi permasalahan pelayanan kesehatan tersebut tetapi hal ini bukan alasan untuk dapat memperbaiki kualitas pelayanan RS dengan cara melaksanakan standar pelayanan keselamatan pasien. Keadaan seperti ini tentu tidak akan terjadi ketika setiap dokter menyadari akan posisi dirinya di hadapan pasien, menyediakan waktu yang cukup untuk pasiennya, berkomunikasi dengan baik dan sadar betapa pasien sangat “bergantung” padanya. Perlunya membangun budaya komunikasi efektif antara dokter-pasien saat pertamakali bertemu dengan pasien. Golden moment ini akan menciptakan kepercayaan (trust) pasien terhadap usaha promotif, preventif, dan kuratif sehingga penyembuhan pasien optimal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun