Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Broken Youth [Chapter 1: Secret]

28 April 2016   21:59 Diperbarui: 28 April 2016   22:12 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tatapan Namie pada “lawannya” masih sangat memburu. Padahal, keadaan gadis itu tidak sedang baik-baik saja. Ia tersungkur dengan wajah lebam. Dan, ini bukan sekali dua kali terjadi. Lalu, ada kosekuensi yang harus ia terima kalau sampai kalah. Ini semacam hukuman yang mungkin kau dapati dilakukan oleh ibu tiri. Ya, tidak diberi makan! Karena Namie “bertarung” pada sore hari, maka ia tidak mendapat jatah makan malam. Baginya, itu tidak terlalu penting, karena ia bisa saja makan di kantin sekolah sekenyang-kenyangnya sebelum pulang. Tapi, yang membuatnya sakit hati ialah: hewan saja selalu memberi makan anaknya atau bahkan mengalah jika makanannya terlalu sedikit untuk dibagi. Lantas, mengapa orangtua kandung bisa begitu tega? Ia pernah protes, tentu saja. Tetapi, ayah selalu saja berkata, “jangan mengeluh, gunakan tubuh sehatmu sebaik mungkin.”

Namie juga selalu berpikir. Kenapa ia dididik orangtuanya dengan cara yang sangat berbeda? Masato—kakak laki-lakinya, ia selalu diberi kebebasan dengan apa yang ingin dilakukan selama itu tidak melanggar aturan hukum atau norma. Sementara itu, Nisae—saudari kembarnya, dididik untuk menjadi gadis yang feminim dan anggun.

Namie juga seorang perempuan sama seperti kembarannya. Tapi, ia diperlakukan seperti anak laki-laki, seperti: tidak boleh memanjangkan rambut, tidak boleh memakai pakaian perempuan, dan setiap hari harus berlatih bela diri. Ia bahkan sudah berlatih Karate pada umur tiga tahun. Itu kata ayah; karena ia sendiri tidak ingat persisnya . Yang jelas, sembilan tahun kemudian, ia sudah memegang sabuk hitam, tingkatan tertinggi dari Karate.

Sekarang, Namie berumur lima belas tahun. Tahun ini dia masuk SMA.

“Ya, bagus, nak!” Seru seorang pria dari pinggir arena bertarung. Ia lantas mendekati putrinya. Mengelus kepalanya dengan mata yang menyorotkan kebanggaan. “Kubilang apa, kau pasti bisa mengalahkannya. Kau anak yang kuat,” pujinya. “Kau ingin makan malam dengan apa? Okonomiyaki[1]kesukaanmu?” Sambungnya.

Namie tidak menjawab. Ia mengambil tasnya, kemudian membungkukkan badan pada “lawannya.” Dan, saat berjalan memunggungi ayah, ia berkata, “Makan apa saja, terserah. Aku rasa ini bukan kemenangan yang patut dirayakan.”

***

Ibu mengompres luka Namie dengan handuk yang sudah dicelupkan air hangat. Putrinya itu hanya mendesis kesakitan. Lagi pula, bagaimana ia mengeluh kalau setiap “kemenangannya” selalu dipuji? Ia merasa kalau keluhannya itu akan merusak suasana. Semua orang suka dipuji. Tapi, baginya, pujian bukanlah hal yang membuatnya bahagia, melainkan kebebasan.

“Sudah, bu. Aku mau belajar,” cegah Namie saat ibu mencelupkan handuk ke air hangat untuk ketiga kalinya. Wanita paruh baya itu mengernyit karena pekerjaannya belum selesai.

“Minum obat juga penyembuhan yang ampuh,” sahut Namie lantas beranjak ke kamar. Ibu meneriakinya agar jangan lupa untuk makan. Ia terdiam. Namun, saat hendak menaiki tangga, ia berbelok ke kiri, menuju ruang makan. Di sana, ayah, Masato, dan Nisae sudah menunggu. Tidak lama setelah itu, ibu menyusul mereka.

Perbincangan di sela-sela makan memang sering menyangkut soal Namie. Tentang prestasinya di sekolah atau “kemenangannya.” Tapi, ia tidak pernah menyukainya sama sekali. Untuk apa kau seperti diunggulkan orangtuamu, tapi mereka berani melimpahkan risiko?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun