Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa Kata Dunia Dinas Pendidikan Tidak Menerapkan Slogan yang Dibuatnya Sendiri?

11 Maret 2017   10:15 Diperbarui: 11 Maret 2017   10:51 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana slogan pendidikan yang ada di kota Anda? Saya yang berdomisili di Kediri adalah, “Raih Prestasi, Tunda Pernikahan Dini.” Selain itu, ajakan untuk gemar membaca sudah menjadi hal umum berkenaan dengan pendidikan di belahan bumi manapun, bukan?

Kali ini saya bukannya mengupas tuntas tentang slogan pendidikan tersebut. Namun, ini suatu pengalaman tidak mengenakkan yang saya dapatkan dari dinas pendidikan setempat dua hari lalu, atau tepatnya pada Kamis, 9 Maret, 2017. Secara garis besar, mereka saling lempar tanggung jawab, sehingga saya tidak ubahnya seperti bola Ping Pong. Lempar sana, lempar sini.

Saya berencana melanjutkan studi pasca sarjana di negara orang. Sederet persiapan seperti sertifikat bahasa, SKCK internasional, Paspor, proposal penelitian, dan lain sebagainya sudah terpenuhi. Awal tahun ini, berkas-berkas saya juga sudah sampai di kedutaan. Namun, dikarenakan perubahan sistem, Selasa kemarin saya ditelepon langsung oleh pihak kedutaan dan mengatakan bahwa berkas-berkas langsung dikirim saja melalui E-mail ke pemerintah sana.

Pertanyaannya, jadi siapa yang bertugas untuk mengecek kelengkapan berkas dan memberikan paraf? Kalau di formulir pendaftarannya sendiri, pada halaman terakhir, tertulis: merekomendasikan. Namun, bukan merekomendasikan dalam artian yang sebenarnya. Hanya sekadar menerangkan bahwa saya (pendaftar) sudah memenuhi semua berkas dan layak dipertimbangkan untuk menerima beasiswa tersebut.

Saya pikir, saya harus ke Kemendikbud. Itu jauh sekali dari rumah saya. Untunglah, kedutaan tidak memberatkan, karena saya bisa meminta bantuan dinas pendidikan setempat. Saya pun bertindak cepat. Keesokan harinya saya ke Polda Jawa Timur untuk perpanjangan SKCK dan Kamisnya saya ke dinas pendidikan.

Dulu adik saya hendak bersekolah di SMK kota lain, Jombang. Mama lantas mengantarnya ke dinas pendidikan kabupaten di Paron. Saya pun demikian, datang ke sana untuk urusan tersebut. Sayangnya, jalan yang saya tempuh tidak semudah itu. Menurut salah satu staf, pihaknya hanya mengurusi sampai SMP saja. Saya terheran, bagaimana adik saya bisa mengurusi berkasnya di sini? Saya pun akhirnya disarankan agar ke dinas pendidikan di Burengan dan disuruh menemui kepalanya langsung di sana.

Hasil yang saya dapatkan di dinas pendidikan di Burengan adalah diberi map bertuliskan dinas pendidikan, diutus ke dinas pendidikan di bundaran Sekartaji, seraya membawa surat permohonan tentang urusan saya. Jujur, saya belum pernah tahu sebelumnya. Keluar dari ruangan, saya bertanya pada satpam dan beliau berkata kalau tidak ada dinas pendidikan di sana. Saya pun disarankan ke dinas pendidikan di jalan Mayor Bismo, karena beliau pernah ke sana. Oh, dari sini saya baru tahu kalau dinas pendidikan di kota saya ternyata banyak.

Waktu itu hampir pukul 10 pagi. Saya segera berangkat lalu mencari warnet untuk mengetik, dengan harapan hari itu juga semuanya beres. Ya, saya pikir sudah berakhir sampai di sini saja, tapi ternyata tidak. Saya malah mendapatkan bonus dimarahi. Apa salah saya?

Saya memberikan surat permohonan di TU. Setelahnya, saya menunggu di ruang tunggu. Tidak lama kemudian, saya dipanggil di TU dan seorang Ibu-Ibu memarahi saya, “Ini siapa nama murid yang mau daftar? Tingkat SMP atau SMA?” Saya bengong dulu, mencoba mencerna perkataannya. Tentu saja saya sendiri yang daftar beasiswa tersebut, saya akhirnya menjawab. Bukankah di formulirnya sudah sangat jelas? Atau, jangan-jangan tidak membacanya? Untuk meluruskan semuanya, saya pun dipersilakan masuk ke ruangan.

Di ruangan, saya mendapat marah lagi dari Ibu-Ibu lain. Beliau berkata, “Ini surat undangan dari pemerintahnya mana? Bagaimana membuktikan kalau kamu mendapatkan beasiswanya?” Kesabaran saya benar-benar diuji. Bukankah sudah jelas di formulirnya kalau saya ini masih berniat untuk mendaftar? Saya mencoba menahan marah, “Undangannya masih bersifat umum bahwa pemerintah sana, atau lebih tepatnya lagi menteri pendidikannya, memberikan beasiswa untuk luar negara. Jadi, itu bukan personal yang dikirim ke saya.” Urusan beres, ganti urusan lain lagi.

Saya duduk di depan seorang Bapak dan Ibu yang pertama memarahi saya tadi dan menjelaskan semuanya lagi dari awal bahwa, “Saya hendak mendaftar beasiswa ke negara tersebut. Semua sumber pendanaan bukan dari Indonesia, saya ke sini tidak meminta bantuan dana. Saya hanya meminta bantuan untuk pengecekan kelengkapan berkas saja. Itu perintah langsung dari kedutaan. Soal rekomendasi itu bukan benar-benar rekomendasi. Diberikan kalau berkas-berkas saya sudah terpenuhi.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun