Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ada Apa dengan Koordinasi di Dinas Pendidikan?

16 Maret 2017   20:37 Diperbarui: 17 Maret 2017   06:00 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Ini terjadi pada saya tiga hari lalu atau tepatnya Senin, 13 Maret 2017. Saat itu saya ke dinas pendidikan untuk yang kedua kalinya, mengingat pada Kamis, 9 Maret 2017 urusan belum selesai. Bukan karena berkas-berkas tidak lengkap, tapi koordinasi dinas pendidikan yang sangat payah. Ibarat bekerja di kantoran, berangkat pagi pulang sore. Padahal, bantuan yang saya minta di sini bukanlah hal yang memberatkan.

            Untuk lebih lengkapnya tentang apa yang saya urus, Anda bisa membaca artikel sebelum ini di http://www.kompasiana.com/han.okumura/apa-kata-dunia-dinas-pendidikan-tidak-menerapkan-slogan-yang-dibuatnya-sendiri_58c36bc34323bdd908b6369f . Artikel ini merupakan kelanjutannya.

            Sesuai yang diinstruksikan, tiga hari lalu saya ke dinas pendidikan di Paron untuk mengecek perkembangan surat permohonan saya. Atau, lebih tepatnya siapa pihak yang berhak menanganinya. Saya pikir tidak akan serumit hari pertama, tapi ternyata dugaan saya salah. Lagi, semuanya selesai sampai siang, karena harus menunggu.

            Di hari sebelumnya, kepala dinas dari cabang Paron—Burengan, meyakinkan saya bahwa beliau yang nantinya akan membantu saya setelah kepala di Paron melakukan disposisi. Namun, alurnya berubah, karena ketika itu saya disuruh menemui bu Eko yang menangani Paud, meski kantornya di Burengan. Saya membatin, aneh sekali tingkat universitas seperti saya berurusan dengan tingkat Paud.Saya tidak mau berspekulasi aneh-aneh, jadi saya segera ke sana, mengingat 13 Maret 2017 adalah hari terakhir pendaftaran.

            Sesampainya di Burengan, bu Eko tidak ada. Entah ke mana, tapi kendaraannya ada di parkiran. Begitu kata salah satu staf yang saya tanyai. Dari hari pertama ke dinas pendidikan, memang satu lingkup pekerjaan ini selalu tidak tahu rekan kerjanya pergi ke mana. Apa memang etikanya seperti itu—tidak memberitahu rekan kerja atas kepergiannya ke mana, atau memang mereka saling tidak acuh?

            Selalu begitu, tidak ada kejelasan saat orang yang bersangkutan dicari. Pun staf yang ditemui tidak mencoba membantu sebisanya atau sekadar berinisiatif mengirim pesan kepada rekan kerjanya, menanyakan posisinya saat itu. Namun, karena terus saya desak, akhirnya staf tersebut mencoba memahami apa yang saya minta sambil saya jelaskan kembali.

            Hal yang sama lagi-lagi terulang, saling lempar tanggung jawab. Saya yakin staf tersebut tidak mengerti apa yang saya minta, tapi saya justru disuruh menunggu kepala dinas pendidikan Burengan sampai jam satu, karena nanti ada rapat di sini. Wasting time sekali, mengingat waktu itu masih jam sembilan. Saya pun memintanya untuk menghubungi, apakah sebelum jam satu itu kepalanya ke kantor Burengan.

            Bapaknya mau rapat, tidak boleh dihubungi, begitu penolakan yang saya terima. Lalu, saya membalasnya dengan, “Kalau sekadar mengirim pesan ‘kan tidak mengganggu, tidak harus membalasnya saat itu juga. Rapatnya masih nanti, kan?” Seketika, staf itu terdiam. Dari sini membuat saya bertanya-tanya lagi, “Ada apa dengan koordinasi di dinas pendidikan?”

            Menunggu empat jam tentu sangat membosankan. Saya pun pergi ke Kediri Mall (Sri Ratu) dan Gramedia untuk menghabiskan waktu. Namun, saya kembali lagi ke dinas pendidikan Burengan tidak pas jam satu. Jam 12 saya sudah di sana, berjaga-jaga agar kesempatan bertemu tidak hilang lagi.

            Saya kembali bertanya pada staf tadi, apakah pak kepala ada. Dan, jawabannya masih sama, tidak tahu. Baiklah, kesabaran saya sudah habis! Saya pun mengomel, tapi berusaha masih dengan nada rendah dan sesopan mungkin. Saya masih tahu diri di mana saat itu saya berada.

            Staf lain pun melerai kami, karena rekan kerjanya hanya diam saja, mati kutu. Saya pun bertanya pada staf tersebut perihal surat permohonan saya bersama berkas-berkas yang terlampir. Syukurlah, beliau mau menolong saya. Beliau pun mencari berkas saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun