Mengenai face shield, saya membaca di internet bahwa perangkat ini akan diberikan petugas secara gratis sebelum menaiki kereta. Namun, di stasiun keberangkatan kami, perangkat ini diletakkan di kabin tempat duduk pemesanan. Sayangnya, saat itu hanya tersisa satu dan saya kira itu bekas orang lain. Alhasil, kami tidak memakainya.
Berkenaan dengan kebijakan baru, untuk saat ini pemesanan tiket secara luring dapat dilakukan minimal tiga jam sebelum keberangkatan, sementara pemesanan tiket secara daring dapat dilakukan maksimal H-7 keberangkatan. Hal ini pun berlaku untuk kereta lokal (saya baru mengetahuinya setelah mengalaminya langsung).
Kami tidak hanya pergi ke satu kota saja. Besoknya kami pergi ke kota sebelah menggunakan kereta lokal. Masalah timbul ketika kami kembali ke kota semula. Kami kehabisan tiket! Bingung dan panik jelas, mengingat saya tidak pernah menaiki moda transportasi lain. Untung saja, petugas membantu kami.Â
Kami menaiki bus di halte. Di atas jam 18.00 sih sebenarnya sudah tidak ada bus lokal, tetapi Anda bisa menaiki bus luar kota. Saya mengetahui fakta ini dari calon penumpang lain yang sedang menunggu.Â
Makanya ketika menaiki ojol ke sini, driver-nya sempat khawatir kalau tidak dapat bus. Tuhan membalas kebaikan Anda, ya. Pasalnya, si driver ini sempat tidak mau dibayar.
Keesokan harinya, pagi-pagi, kami kembali ke kota asal. Sebenarnya sih ingin agak lebih siang, tetapi saat itu tidak bisa memilih jam keberangkatan berkenaan dengan pembatasan operasi. Nah, di stasiun kepulangan ini, pelayanan dan fasilitas yang diberikan untuk penumpang lebih baik. Hanya saja, face shield yang saya terima rusak.
Dapat disimpulkan bahwa syarat yang ketat memang akan mempengaruhi keputusan orang lain untuk menaiki suatu moda transportasi. Meski syarat ini terkesan menakut-nakuti, sebisa mungkin patuhilah.Â
Kendati demikian, kesadaran diri juga harus dijunjung tinggi oleh calon penumpang. Pastikan Anda dalam kondisi sehat dan bawalah perangkat preventif seperti masker dan hand sanitizer.