Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Five Feet Apart, Kisah Romansa Manis Tanpa Kontak Fisik

22 Maret 2019   12:47 Diperbarui: 22 Maret 2019   12:56 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.twitch.tv

           

Senin, 18 Maret 2019, saya dan beberapa teman pergi ke bioskop untuk menyaksikan film Five Feet Apart. Sebagai penikmat film horor dan thriller, saya menaruh ekspektasi agar dapat menikmati pertunjukan. Tidak buruk, ternyata saya dibuat menangis tiga kali saat itu.

Five Feet Apart mengisahkan Stella Grant dan Will Newman yang menderita penyakit genetik langka bernama Cystic Fibrosis. Mereka bertemu di sebuah rumah sakit khusus. Sementara itu, pantangan garis keras bagi mereka adalah tidak boleh berdekatan dengan jarak minimal enam kaki atau 1,8 meter.

Film ini sendiri sempat menuai kritik dari aktivis lantaran terdapat kata five feet dalam judul, karena itu bukanlah jarak aman. Namun, adegan-adegan di sini akan menjelaskan hal tersebut, kenapa ada pemangkasan itu. Alhasil, perdebatan tidak semakin memanas dan lebih mementingkan segi positif dari garapan sutradara Justin Baldoni ini tentang pengangkatan tema penyakit CF.

Sebuah karya fiksi akan menarik jika memiliki karakter yang kuat, meski dari segi tema atau plot sudah banyak digunakan. Hal tersebut pun berlaku juga pada film ini. Kedua tokoh utama, Stella dan Will dikisahkan berbeda pandangan dalam hidup, sehingga memunculkan perselisihan-perselihan kecil menyenangkan dan menarik. Terlebih, saat mereka membuat semacam perjanjian bersama.

Menderita CF sejak umur tujuh tahun membuat Stella tumbuh menjadi gadis yang kuat dan periang. Sementara penyakit Will baru diketahui delapan bulan belakangan. Dia pun pesimis bisa hidup setahun lagi. Di sisi lain, meski menyangkal, dia tetap berharap harapan itu ada.

Selain Stella dan Will, film ini dihidupkan oleh Poe, teman kecil Stella yang sama-sama menderita CF dan dirawat di satu rumah sakit. Pandangan dia terhadap hidup juga menarik untuk diikuti, meski dia terkesan digambarkan jenaka.

Konflik antar Stella dan Will, dengan perawat serta dokter, dan orangtua, tidaklah terlalu rumit. Hanya saja, dikemas dengan dramatis, sehingga sukses menerbitkan air mata. Apalagi, ketika menyangkut tema menerima diri sendiri. Ada adegan Stella dan Will membuka baju masing-masing di pinggir kolam renang dan itu lebih terlihat mengharukan, alih-alih hal lain. Ini menjadi favorit saya, karena terdapat hubungan juga dengan pertemuan awal mereka.

Saat klimaks, saya deg-degan dengan berbagai kemungkinan untuk mengakhiri cerita. Terlebih, latar tempat adegan itu sangat mendukung. Namun, saya sadar kalau film ini bukan menekankan siapa yang hidup atau mati, melainkan menyampaikan pesan bahwa hidup adalah perjuangan dan semua orang berhak untuk itu.

Masalah Stella dan Will yang tidak bisa berdekatan atau bersentuhan memang benar-benar memainkan emosi di sini, memberikan gambaran bagaimana ketika kita menyukai seseorang, tetapi tidak bisa melakukan kontak fisik. Dalam hal pertemanan dengan Poe pun tidak kalah menyentuh.

Kelebihan lain yang saya tangkap di sini adalah penggarapan skenario. Kerja bagus Mikki Daughtry dan Tobias Laconis! Banyak adegan, tetapi tetap terasa ringkas, tanpa mengurangi chemistry antar tokoh. O ya, soundtrack Five Feet Apart juga bagus-bagus. Jangan lupa untuk mengunduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun