Mohon tunggu...
Hamzah Zhafiri
Hamzah Zhafiri Mohon Tunggu... Kreator konten -

Suka menulis dan bercerita sebagai hobi. Terutama tema politik, bisnis, investasi, dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kisah Perempuan Penenun Menjadi Aktor Ekonomi Kreatif Dusun Sejatidesa

5 Desember 2018   17:55 Diperbarui: 5 Desember 2018   18:04 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menenun adalah kegiatan yang sudah mendarah daging  di Desa Sumberarum, tepatnya Dusun Sejatidesa. Desa yang terletak di Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman ini terkenal sebagai tempat pengrajin kain tenun stagen tradisional.  Hampir semua perempuan di dusun ini sudah menggeluti kerajinan tenun sejak kecil. Tradisi ini diwariskan secara kekeluargaan dari ibu ke anak, dari generasi ke generasi. Hampir semua rumah memiliki sebuah alat tenun yang dipakai bertahun-tahun.

Ketika para pria desa pergi ke sawah untuk bertani, para istri menjaga rumah, merawat anak, dan menenun untuk ikut menafkahi keluarga. Nantinya, sang ibu akan mengajari anak perempuannya menenun. Sang anak perempuan kelak akan meneruskan tradisi itu hingga ia besar dan berkeluarga, hingga ia mengajarkan anak perempuannya hal serupa.

Tenun yang diproduksi adalah kain tenun stagen. Stagen memiliki ciri khas bentuknya yang memanjang horizontal sampai puluhan meter dengan lebar sekitar 14-16 cm. Kain ini ditenun dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang sepenuhnya bertenaga manusia. Tenun stagen yang dibuat berwarna hitam dan terbuat dari benang yang keras.

Dokpri
Dokpri
Kira-kira seminggu sekali, pedagang akan datang ke desa dan memborong kain tenun stagen dari desa ini untuk dijual ke pasar. Karena warnanya yang hanya hitam dan keras, tenun stagen ini dibeli murah oleh pedagang tersebut. Saat dijual ke pasar pun, tenun stagen ini dijual bukan sebagai bahan busana, namun sebagai pelengkap keperluan bengkel dan pertukangan, seperti tambal ban dan semacamnya.

Maka itu, nilai jual tenun stagen hitam ini pun sangat murah. Hanya sekitar dua ribu rupiah per meter. Sehingga satu gulung tenun stagen dengan panjang puluhan meter hanya dibeli dengan harga 40-60 ribu. Padahal untuk menenunnya sendiri perlu beberapa hari.

Pada tahun 2013, Dusun Sumberarum didatangi oleh komunitas pemberdayaan sosial bernama Dreamdelion, yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa UGM. Komunitas ini mengajak perempuan-perempuan penenun Sumberarum untuk mulai membuat tenun dengan kombinasi warna-warna yang menarik. Harapannya, inovasi tenun berwarna-warni ini dapat memiliki nilai tambah yang lebih baik dan dijual lebih mahal. Selain itu, tenun berwarna ini juga diolah menjadi beragam kerajinan tangan dan aksesoris yang menarik dan moderen.

Sejak itulah, mulai muncul kain tenun stagen berwarna-warni. Warna ini didapat dengan menyusun ratusan benang vertikal yang membentuk kain tenun tersebut menjadi beragam pola motif warna tertentu. Kain stagen ini pun jadi sangat cantik untuk dibeli sebagai suvenir atau diolah menjadi barang kerajinan lain.

Dokpri
Dokpri
Dreamdelion juga bekerja sama dengan Lawe, sebuah perusahaan industri kreatif di Yogyakarta yang memproduksi berbagai macam kerajinan tangan etnik berbahan dasar tenun. 

Bersama Lawe, Dreamdelion mengadakan pelatihan kerajinan bagi perempuan-perempuan penenun untuk mengolah kain tenun stagen menjadi sepatu, tas, dompet, tas laptop, pouch, strap jam tangan, dan lain sebagainya.

Untuk memasarkannya, Dreamdelion mengadakan pameran tenun di Bentara Budaya Yogyakarta dan Jakarta. Dalam pameran tersebut, pengunjung tidak sekedar dapat membeli tenun kreasi penenun, tapi juga diperkenalkan tentang identitas tenun sebagai kain ciri khas budaya Indonesia selain batik. 

Perempuan-perempuan penenun dari Sumberarum pun turut hadir membawa alat tenun dan mempertunjukkan kebolehan mereka menenun di pameran tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun