Melalui status wa saya mendapatkan puisi karya putriku. Membacanya, dadaku menjadi sedemikian sesak. Aku merasakan, betapa putriku rindu. Di saat-saat orang ramai mudik menjelang lebaran, sang putri malah memilih tetap berada di rantauan. Ia hanya menulis puisi, itu pun sekedar menjadi status wa. Berkali-kali bahkan puluhan kali aku merapalkan puisi anakku itu. Setiap kali itu pula kubayar dengan tetes air mata. Air mata yang menjadi pertanda; aku tak kuat menanggung rindu. Izinkan aku menulis ulang puisimu ini nak:
hujan membawa kabar
entah gembira atau kah duka
semuanya akan berlalu
walau harus bersabar dulu
“jangan melamun saat hujan”
begitulah kira-kira
kalimat penyejuk hati