Mohon tunggu...
Hamzah Ismail
Hamzah Ismail Mohon Tunggu... Jamaah Maiyah Mandar, Yayasan Masyarakat Mandar Madani

Baca Buku dan sedikit menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hadiah Ramadhan 1446: Puisi dari Sang Putri Bungsu

22 Maret 2025   16:18 Diperbarui: 22 Maret 2025   16:28 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Publikasi Kegiatan IWD Yogyakarta. Sumber foto : Hera

Putriku bernama Humaerah Nur'izzatinnisa, akrabnya dipanggil Hera, kini sedang melanjutkan pendidikan di Kota Gudeg Yogyakarta. Hera kuliah di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Jurusan Sastra Indonesia. Hera baru duduk di Semester Dua.

Bulan Ramadhan tahun ini, menjadi ramadhan pertama Hera berada di perantauan. Jika beberapa temanya pulang ke kampung, Hera menahan diri, berupaya sekuat-kuatnya menahan rindu, dan 'nekad' tidak pulang. Hera seorang bungsu, sebagaimana bungsu-bungsu yang lain, pasti akan merasakan kerinduan yang mendalam terhadap rumah, keluarga, dan segala kebiasaan kecil yang selama ini terasa biasa, tapi kini menjadi sesuatu yang berharga.

Di rumah, saya selaku ayah dan ibunya, terbiasa melihat Hera sebagai anak bungsu yang manja, selalu ada di tengah keluarga saat sahur dan berbuka, bercanda dengan saudara, atau bahkan sekadar merengek meminta dibuatkan makanan favorit. Namun, di perantauan, Hera harus belajar menata hati ---menjalani sahur sendiri, berbuka tanpa kehangatan keluarga, dan merayakan Ramadhan dalam kesunyian yang baru.

Setelah ditelisik, ternyata ada beberapa alasan sehingga Hera, mampu bertahan di Yogyakarta di bulan Ramadhan ini. Hera disibukkan oleh berbagai hal, internal dan ekternal kampusnya. Pada tanggal Delapan Maret lalu Hera didaulat menjadi Moderator dalam kegiatan Diskusi Publik dan Buka Puasa Bersama International Woman Day, dengan tema "Perjuangan Butuh Perempuan: Solidaritas di Bulan Ramadhan dan Semangat IWD"

Menjadi moderator untuk pertama kalinya untuk kegiatan buruh perempuan, adalah menjadi proses belajar tersendiri bagi Hera. "Dalam merayakan hari perempuan sedunia kemarin, tanggal 3 maret 2025, saya dipanggil oleh salah satu senior saya untuk menjadi moderator pada diskusi publik dirangkaikan buka puasa bersama. Biasanya saya memandu diskusi tentang kebudayaan, sastra, teater dan mirip-miripnya. Kali ini, saya memandu para ibu-ibu buruh perempuan di Yogyakarta."

Hera saat memandu diskusi publik IWD Yogyakarta. Sumber Foto : Hera
Hera saat memandu diskusi publik IWD Yogyakarta. Sumber Foto : Hera

Lebih lanjut Hera memberi komentar; "Saya selalu percaya, proses belajar itu tidak harus selalu di dalam kelas. Di tempat baru dan bertemu orang-orang  baru pun adalah salah satu proses pembelajaran bagi saya. Di tengah para ibu-ibu buruh perempuan ini, banyak hal yang membuat saya melek tentang perjuangan para buruh terutama perempuan. Solidaritas mereka untuk memperjuangkan haknya sebagai buruh perempuan sangat membuat saya malu sebagai anak muda. Dengan begitu, saya belajar lagi dan lagi."  

Sempat bertukar cerita dengan salah satu ibu-ibu buruh ketika sedang berbuka puasa. Ibunya bertanya, "Mbanya orang mana?". Saya jawab "Sulawesi, Bu." Beliau sedikit tertawa, katanya

wajah dan logat saya memang tidak seperti orang Jawa." Selang beberapa saat, saya memberanikan diri untuk bertanya kembali, "Para buruh perempuan ini selalu ada pertemuan rutin ya, Bu?". "Iya." kata ibunya.

Lebih jauh Hera menjelaskan bahwa dirinya medapatkan banyak hal setelah terlibat dalam kegiatan yang digawangi oleh buruh perempuan. "Banyak sekali hal yang saya dapatkan setelah menjadi moderator pada kegiatan ini. Saya hanya tau satu tokoh buruh perempuan, Marsinah. Mengamati semangat perjuangan para buruh perempuan ini, saya melihat bahwa Marsinah seakan-akan bereinkarnasi dalam jiwa para buruh-buruh perempuan ini. Mereka meyakini bahwa semua elemen harus mendukung perjuangan hak dan peran perempuan. Dan untuk itu, mulai dari sekarang dan ke depan, saya akan selalu berjuang untuk pemenuhan hak dan peran perempuan dalam segala situasi. Saya akan berjuang dan bersuara lewat sastra, yang sesuai dengan identitasnya sebagai mahasiswi sastra.

"Perempuan selalu dianggap subyek lain. Keberadaannya tidak diyakini, suaranya dilemahkan, atau bahkan dibungkam. Juga perempuan bukan hanya tiang keluarga. Tetapi, juga pilar peradaban. Ketika perempuan berdaya, dunia pun akan lebih sejahtera." Hera menandaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun