Mohon tunggu...
Hamsina Halisi 1453
Hamsina Halisi 1453 Mohon Tunggu... Penulis - Nama lengkap Hamsina Halisi, lahir di Ambon 10 September 1986. Saat ini aktif disalah satu organisasi di Indonesia dan komunitas sebagai aktivis dakwah. Selain itu sedang menggeluti dunia kepenulisan.

Menulis adalah cara untuk merubah peradaban dan mengikat ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ironi Pengelolaan Aspal di Buton, Menguntungkan Kaum Kapitalis?

10 Januari 2021   13:21 Diperbarui: 10 Januari 2021   13:26 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Pemerintah Buton kembali mendapat penghargaan Kendari Pos Awards 2020 pada Jumat malam (18/20). Penghargaan tersebut diperoleh karena Pemerintah Kabupaten Buton dalam kepemimpinan Drs. La Bakri M.Si secara konsisten memperjuangkan aspal Buton untuk kepentingan nasional. (Telisik.id,19/12/20)

Melalui penghargaan Kendari Awards 2020, Drs. La Bakri M.Si memaparkan bahwa bukti dari konsistensi tersebut adalah dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang memuat keharusan seluruh daerah  menggunakan aspal buton dalam memelihara dan membangun jalan di seluruh Indonesia.

Mendapatkan awards sebagai pemimpin daerah karena  memperjuangkan SDA alam patut untuk diapresiasi dan dibanggakan. Namun sayang, dibalik konsistensi memperjuangkan aset negara justru nyata masih aktif melakukan aktivitas pengeksporan.

Fakta di lapangan mengungkapkan, Anak usaha PT Wijaya Karya Bitumen atau WIKA Bitumen, PT Wijaya Karya Aspal ( WIKA Aspal) berhasil mengekspor Buton Rock Asphalt (BRA) sebesar 50.000 metrik ton (MT) ke perusahaan China, Qingdao Bright Century PTE. Ltd. (Kompas.com,19/10/20)

Sungguh miris, negara sebagai penghasil aspal terbesar di dunia namun begitu lapangnya melakukan ekspor besar-besaran ke pihak Aseng. Bagaimana tidak, aspal yang merupakan sumber kekayaan alam milik umum bukannya di kelola oleh negara justru di serahkan kepada pihak swasta. Walhasil, penghasil aspal terbesar di dunia yakni Indonesia hanya bisa menikmati aspal impor dengan harga super mahal. Padahal, aspal di negeri sendiri begitu melimpah namun begitu sulit dikelola.

Kenyataan miris dalam sistem kapitalisme, sumber daya alam yang begitu penting bagi hajat hidup orang banyak dikuasai dan dikelola oleh para pemilik modal. Parahnya, para kapitalis Asing maupun Aseng yang mengendalikan SDA tersebut justru di beri legalitas dan dibekali dengan payung hukum. Sungguh ironis, akibat kebijakan pemerintah yang begitu gegabah bukan justru membawa kesejahteraan tapi kesengsaraan bagi masyarakat.

Sudah menjadi keniscayaan bahwa dalam sistem ekonomi kapitalisme liberal, pemilik modal lah yang mengambil peran besar dalam penguasaan sektor perekonomian termaksud SDA. Meskipun pemerintah berdalih memperjuangkan potensi kekayaan alam tersebut, toh nyatanya hanya sebuah fatamorgana untuk menutupi kegagalan mereka dalam mensejahterakan masyarakat.

Karenanya, untuk mengakhiri ketimpangan yang ditimbulkan oleh kapitalisme ialah dengan kembali menerapkan sistem ekonomi Islam. Pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan syariat Islam sudah jelas akan membawa kesejahteraan bagi seluruh umat.

Allah SWT berfirman yang artinya: "Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri".(TQS an-Nahl [16]: 89).

Dalam perspektif Islam, terkait kekayaan alam yang mencakup hasil bumi seperti gas, minyak bumi, dan hasil tambang lainnya merupakan kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara. Tidak ada hak bagi individu maupun pihak swasta baik Asing maupun Aseng mengambil kendali pengelolaan atas kekayaan alam tersebut.

Hal ini merujuk pada hadist Rasulullah SAW yaitu :"Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api" (H.R. Al Bukhari).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun