Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Kematian Pekerja Imigran Malaysia

4 Mei 2023   18:39 Diperbarui: 4 Mei 2023   18:44 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di suatu pemakanan (Hamim Thohari Majdi)

Lelaki yang suduk cukup umur, tampak begitu tegang, wajahnya pucat, otot di bagian leher sangat tampak. "sepertinya da yang penting ?" tanyaku setelah lelelaki itu begitu dekat dengan saya. Memang tak biasanya, ia selalu ceriah dan senang menyapa. Namun kali ini seperti ada beban berat yang ia tanggung.

'boleh saya masuk ryang bapak, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan, ini rahasia keluarga", dengan menundukkan kepalanya lelaki itu berharap saya mau menerimanya di ruang khusus, maklum setiap tamu saya selalu menemui di teras belakang. Namun baginya ruang tertutup jauh lebih nyaman. "ya, silahkan" saya dampingi masuk ke ruang dan saya persilahkan duduk.

Benar dugaan saya, bahwa ada berita yang tidak menyenangkan, bibinya meninggalnya dunia di Malaysia, sang bibi sebagai Pekerja Migran kurang lebih tiga puluh tahun dan meninggal di tempat kerjanya. Sang bibi membujang sepanjang hayat, sehingga jenazahnya dirawat oleh saudara dan kerabat lainnya. Pak tua itulah yang selama ini yang merawat rumah dan harta benda  sang bibi di kampung halaman.

Maka pak tua merasa dirinya lah yang paling berhak untuk merawat jenazah sang bibi. Di luar dugaan keponakan bibi. lainnya turut menyoal perihal pemakanan jenazah pekerja migran ini. Lelalki tua itu menceritakan bahwa kematian bibi sudah tujuh hari lalu, sebelum dipulangkan ke tanah air, disimpan di kamar mayat. Pak tua gelisah karena ada kerabat yang menginginkan membuka peti dan bisa melihat wajah sang bibi, pak tua tidak setuju "saya tiak bertanggung jawab bila  terjadi hal-hal yan tidak diinginkan", pak tua khawatir kalau misalnya wajah bibinya sudah membusuk atau tidak segar lagi akan menjadi gunjingan warga, "maka saya akan menanggung malu, ini bibi saya" melanjutkan perckapan dengan kerabat lainnya.

Pak tua gelisah, bila di pemakan akan terjadi keributan, karena kerabat-kerabatnya membuka peti dan melihat wajah bibinya, beliau minta saran kepada saya, apa yang meski dilakukan. "sampaikan kepada mereka, bahwa ini adalah bibi kita" ujarku singkat, "maksudnya  bagaimana, saya yang merawat dan selama ini paing dekat dengan saya, mereka tidak pernah peduli dan justru mereka menghabiskan kiriman bibi untuk foya-foya". Saya jelaskan janganlah terlalu membesarkan keakuan, merasa dan mengaku paling memiliki bibi, mereka juga berhak untuk menyatakan memiliki juga, pantaslah mereka sedikit tersinggung dan terjadi ketegangan.

Dengan megubah bibuku dan aku yang malu, menjadi bibi kita dan kita yang malu, juga bibimu dan kamu juga akan merasa malu,.

Tiga hari kemudian sang lelaki itu datang dan wajahnya sudah sangat ceria dan dengan senyum penuh keramahan, beliau bilang ternyata.... dengan mengubah obyek menjadi obyek, dari aku menjadi kamu dan kita, ternyata semuanya bisa teratasi.

Begitulah sifat dasar manusia rasa keakuannya sangat tinggi, jadi masalah-masalah konflik sosial terjadi karena saling berebut "aku" mengaku dan paling "aku"

Berkamunikasi yang baik dan menempatkan orang lain dengan gterhormat akan menjadikan semuanya lancar termasuk juga masalah pekerjaan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun