Kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak kini jumlahnya semakin banyak. Baik dilakukan oleh anak itu sendiri atau bersama orang dewasa lainnya.
TUMBUH ALAMI
Anak-anak yang sekarang tumbuh "nakal" sebenarnya sudah bisa dideteksi sejak dini, melalui kebiasaannya di sekolah atau lingkungan permainan dan keluarganya.
Bibit kenakalan sudah tampak, mereka menjadi salah satu anak yang diperhatikan, lingkungannya mudah mengenali, bapak ibu guru dan teman-temannya sangat paham.
Di waktu kecil, masa pesatnya pertumbuhan mereka mendapatkan media, lingkungan membiarkan mereka tumbuh setelah beberapa upaya dilakukan, namun tak mampu mengatur laju "kenakalannya", maka kata akhir dari orang-orang yang menjumpai "biarkan, kalau tidak lagi nasihat kita diperhatikan", sehingga keliaran dan binalnya semakin terasah.
JAHAT TIDAK SEKADAR USIL
Bisa diperhatikan, anak-anak nakal dan kemudian berlagak jahat, ketika berada di sekolah suka usil, ngerjain teman bahkan bapak ibu guru terpaksa mengelus dada dan bernapas dalam-dalam ketika melihat sang murid over energy ini bertingkah, bak sirkus yang selalu menghadirkan debar.
Mereka belajar menjadi jagoan, meminta barang teman sesuka hatinya atau dengan cara paksa ketika si empunya tidak mengizinkan. Anak-anak diperlakukan sepertinya tak berdaya, tak mungkin menolak, apalagi harus melawan "bisa berabe".Â
Pertanyaannya adalah mengapa mereka bisa menjadikan teman sekolah atau teman sebaya sebagai ajang pembuka pintu kenakalan?
Anak-anak dengan segala kepolosannya, belum pandai menyajikan pilihan (apa yang harus dilakukan) atas hal-hal yang menyulitkan atau membuatnya sakit (sedih dan tidak nyaman). Anak-anak lebih senang memendam ketakutannya, walau kejahatan terus dilakukan oleh mereka. Anak-anak takut bila harus mengadu  kepada guru atau orangtuanya. Karena khawatir kehilangan teman atau bahkan perlakuan mereka akan lebih kejam.