Suatu ketika seorang ibu muda bercerita kepada sang suami "sayang, ibu yang ada di apartemen sebelah, selalu menjemur pakaian dalam keadaan kotor, terlihat jelas pada baju warna putih berbintik-bintik, kurang bersih mencucinya"
Menjadi penasaran, karena sang istri menceritakannya berulang-ulang setiap melihat tetangganya menjemur pakaian. Secara diam-diam sang suami memperhatikan secara seksama, diamati jemuran tetangganya "benar apa yang dikatakan isteriku" gumannya dalam hati, namun hatinya berkecamuk semakin penasaran.
"sayang, apa yang kita lihat hari ini, bahwa tetangga kita sudah mencuci pakaiannya dengan bersih, tampak warna merah menyala, birunya begitu memukau, luar biasa tetangga kita hari ini", dengan lembut sang suami membelai sang istri sambil berucap " lihat ini, ayah sempat memfoto, ternyata kaca kita dari sisi luar banyak debu bersarang, ayah bersihkan, hasilnya cling... kaca menjadi bening dan bisa melihat dunia luar dengan sempurna"
Kebencian yang dipupuk akan menjadi tembok dan bahkan sebuah benteng tangguh, anak-anak yang dipandang dari sudut pandang kebencian, akan selalu tampak keburukan dan kesalahannya. Â Bagaimana mungkin orang tua memberi hadiah kepada anaknya, bila rasa benci menempel di hatinya ?, bisakah kasih sayang mengalir deras dalam keterpaduan rasa benci ?
Dampak nyata yang dilakukan oleh orang tua memiliki sudut pandang kebencian kepada anaknya, adalah saling menyalahkan di antara pasangan, suami menyalahkan istri dan istri selalu membela diri atau sebaliknya. Sehingga anak tidak memiliki figur yang bisa dipilih, Â anak menjadi pribadi terbelah antara ayah dan bunda.
Begitu halnya anak yang diasuh dengan penuh kebencian, akan tumbuh gersang, kering perasaanya, hampa rasanya dan selalu gamang dalam berpikir.
MEMBUANG KEBENCIAN
Tidaklah mudah membuang sesuatu yang telah menjadi darah daging, seperti menghilangkan rasa manis dalam gula.
Mari melakukan perenungan, "dengan menaruh kebencian kepada anak, apakah ayah bunda merasakan kesenangan ? Â atau sebaliknya justru ayah bunda semakin tertekan hingga merasakan sakit hati dan sesak nafas ?"
Bagi ayah bunda hal awal adalah mengukur kewarasan dan kewajaran, masih wajarkah perlakukan ayah bunda kepada buah hati ? atau sungguh terlalu ? tentu ayah bunda yang bisa merasakannya. Caranya ? perhatikan tingkah laku anak dan perasaannya, anak-anak beraktifivas dengan gerak gerik yang normal atau sebaliknya ? selalu termenung atau periang ?
Kalau ayah bunda masih sayang kepada buah hati dan tentu saja menginginkan mereka tumbuh dewasa menjadi orang-orang yang bisa diandalkan, maka pandanglah anak sebagaimana usianya, anak-anak sedang mengalami proses belajar untuk melakukan sesuatu dengan benar, dengan pendampingan orang tua yang penuh kasih sayang akan menjadikan mereka penuh kesungguhan dan bersikap sigap.