Mohon tunggu...
Abdul Hamid Al mansury
Abdul Hamid Al mansury Mohon Tunggu... Ilmuwan - Apa aja ditulis

Santri Darul Ulum Banyuanyar Alumni IAI Tazkia Wasekum HAL BPL PB HMI 2018-2020 Ketua Bidang PA HMI Cabang Bogor 2017-2018

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Larangan Minuman Beralkohol dan Aspirasi Umat Islam

4 Desember 2020   23:36 Diperbarui: 4 Desember 2020   23:39 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara/Wahdi Septiawan

Pro dan kontra mengiringi Rancangan Undang-undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol. Yang pro tentu saja datang dari partai dan ormas-ormas Islam dan yang kontra datang dari berbagai kelompok maupun perseorangan. Tak ketinggalan, pengacara kawakan Hotman Paris Hutapea yang melalui unggahan di instagram pribadinya mengajak pemuda Bali untuk bersuara terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol, dimana pendapatan cukai terbesar di Bali disumbang oleh minuman beralkohol.

Islam Mengharamkan Khamar

Islam, secara tegas, melarang penganutnya mengkonsumsi minuman beralkohol. Di dalam Islam -- sebagaimana disebutkan secara jelas dalam al-Quran -- minuman beralkohol itu dikenal dengan khamr yang diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi khamar yang artinya minuman keras atau minuman memabukkan.

Awal mulanya, umat Islam zaman Nabi SAW hanya mengenal anggur dan kurma sebagai bahan utama pembuatan khamar, kemudian dalam perjalanan umat manusia tidak hanya anggur dan kurma yang bisa dijadikan bahan utama pembuatan khamar, tebu, siwalan dan semacamnya pun juga bisa. Oleh sebab itu, ada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa "Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar adalah haram".

Tetapi, Islam tidak serta merta langsung melarang khamar atau minuman beralkohol, ada empat tahapan yang dilalui untuk melarangnya dan empat tahap tersebut butuh waktu 15 tahun. Pada tahap pertama hingga tahap ketiga kaum Muslim pada saat itu masih ada yang memproduksinya, mendistribusikannya, menjualnya hingga mengkonsumsinya. Tahap Pertama, prolog tentang khamar menyebutkan bahwa buah anggur dan kurma bisa dibuat minuman yang memabukkan namun ada juga rezeki yang baik (al-Nahl 16:67). Uniknya, dalam ayat tersebut ada perbandingan antara rezeki yang baik tanpa mencap khamar yang buruk, cuma menyebutkan konsekuensi dari minum khamar.

Kedua, Khamar ada manfaatnya namun lebih besar dosanya (mudarat) dari pada manfaatnya (al-Baqarah 2: 219). Artinya, masih ada pengakuan secara objektif bahwa didalam khamar memang ada manfaatnya seperti meningkatkan vitalitas diatas ranjang. Ketiga, pelarangan sholat dalam keadaan mabuk (al-Nisa 4:43). Artinya, diluar sholat masih diperbolehkan bermabuk ria akan tetapi waktu sholat dari satu sholat ke sholat lainnya relatif pendek, disinilah mulai ada penurunan kadar. Keempat, penegasan bahwa khamar adalah perbuatan keji termasuk pekerjaan setan sehingga diperintahkan untuk menjauhinya (al- Maidah 5: 90-91). Maka, ditahap terakhir inilah khamar di haramkan.

Hikmah yang dapat kita ambil bahwa mengubah kebiasaan minum minuman beralkohol tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh pembiasaan melalui peringatan, mengurangi kadar, hingga pada akhirnya berhenti mengkonsumsinya. Secara ekonomi pun butuh waktu untuk beralih dari kebiasaan menjual khamar ke menjual barang-barang yang di halalkan.

Aspirasi

Sudah menjadi retorika umum bahwa Islam adalah agama mayoritas di Indonesia. Retorika tersebut malah menyebutkan angka kurang-lebih 85 persen penduduk Indonesia beragama Islam. Islam memang agama terbesar di negeri ini, apa pun mazhabnya, pemahamannya dan alirannya serta intensitas penganutannya dari kelompok ke kelompok dan dari daerah ke daerah lainnya. Tetapi, kenyataan sederhana tersebut memberikan keabsahan dalam pembincangan tentang Islam di Indonesia dan peranannya tanpa semangat eksklusivisme dan kesewenangan suatu kelompok besar.

Umat Islam Indonesia mempunyai kontribusi besar terhadapa negara-bangsa yang kita cintai ini mulai dari melawan penjajah, merebut kemerdekaan hingga mempertahankan kemerdekan Indonesia. Pandangan ini tidak berarti merasa paling berkontribusi dan tidak memandang sebelah mata kontribusi kelompok keagamaan lainnya. Namun, inilah realitas yang terjadi. Maka tidak heran sebagai bentuk penghormatan pemerintah dibangunkanlah masjid Syuhada (pahlawan) dan masjid Istiqlal (kemerdekaan).

Dari realitas sebagaimana sudah dijabarkan diatas dan mayoritas penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam, maka konsekuensi logisnya adalah keharusan pemerintah memperhatikan aspirasi umat Islam Indonesia. Mencoba mengabaikan kepentingan mereka berarti melakukan tindakan melawan arus realita dan ini berbahaya. Dalam hal ini kita harus memahami pendapat Menteri Kehakiman, Ismail Saleh (Kabinet Pembangunan V), tentang "Eksistensi Hukum Islam dan Sumbangannya terhadap Hukum Nasional" (Kompas, 1, 2 dan 3 Juni 1989) Dan dari perspektif itu kita dapat memahami juga pendapat seorang pakar hukum Dr. Baharuddin Lopa bahwa peradilan di Indonesia di masa depan akan lebih banyak berdasarkan ajaran-ajaran Islam bahkan sebanyak 70 persen KUHP akan berdasarkan hukum-hukum Islam (The Jakarta Post, 5 Oktober 1987).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun