Mohon tunggu...
Hamid Anwar
Hamid Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kelurahan

Pegawai kantor yang santai, sambil mengelola blog pribadi http://hamidanwar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengantar Pulang ke Alam Gaib

29 Oktober 2019   08:20 Diperbarui: 29 Oktober 2019   08:25 8788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, sumber: mimbar-rakyat.com

(Versi Mudu)

Sebelumnya saya ceritakan, saya akan mengatakan dulu bahwa saya saat ini sangat ingin melupakan peristiwa pilu yang pernah kualami lebih dari sewindu yang lalu tersebut. Tetapi mengingat animo pemerhati cerita mistis yang trennya kian hari kian meningkat, maka dengan sedikit berat akhirnya aku akan membeberkan pengalaman ini untuk dijadikan pelajaran, dengan mengaburkan beberapa lokasi dan clue cerita untuk menjaga privasi. Baiklah akan kita mulai cerita dari sini :

Di suatu malam minggu, pada pertengahan tahun 2011. Aku tengah bersiap menuju kediaman Kempis Parryntang yang memang sudah menjadi kawan akrab sejak kecil. Bagaimana tidak akrab karena kami telah bersekolah bersama sedari TK hingga lulus SMK, dan kini sama -- sama menjadi kuli pemerintah. Selain itu, hobi kami sama, yaitu bermain musik alias ngeband.

Malam itu, tidak seperti biasanya, angin berhembus lebih dingin dan langit terasa lebih gelap. Aku memulai langkah kaki melalui pemukiman penduduk yang sebagian masih dibuat menggunakan anyaman bambu. Suara jangkrik dan hewan malam lain bersahut-sahutan ketika melewati ladang dan kebon warga sebelum akhirnya ia sampai di tempat tujuan.

"Pis, gek opo?" (Pis lagi apa) tanya Aku ketika mendapati Kempis tengah menggosok gitar kesayangannya yang telah diberi tanggem, karena sudah mletek alias retak lem bodynya di bagian belakang.

"yo ngene iki. Yo.. gogok nang lincak ngarep wae karo ngenteni Moex" balasnya.

(ya seperti ini, yuk duduk di kursi panjang depan aja sambil nungguin si Moex)

Malam itu seperti biasanya kami bermain genjrang-genjreng gitar dan mengaransemen lagu-lagu baru kami. Lagu-lagu kami dikenal telah hits diberbagai kanal radio AM dan radio amatir berbasis brig-brigan. Diantara lagu-lagu yang populer diantaranya berjudul " Aku bukan bapakmu ", " D2T ", dan "premium bersubsidi ". Diantara lagu lagu lain, ketiga judul diatas adalah yang paling meledak di dapur sebagaimana elpiji tiga kiloan.

"Aku tak bali disik, selak kuwur.. rhung micek je ket mau awan" (aku mau pulang dulu, keburu ngantuk, belum tidur nih dari tadi siang) ucap Moex mendekati jam dua belas malam. Biasanya kami nongkrong hingga sekitar jam 12 jam 1 malam. Tapi kali ini karena Moex sudah pulang, maka tinggal kami berdua saja sekadar menghabiskan kopi dan cemilan sisa lebaran yang sebenarnya sudah expired.

Tepat jam 12, Aku pamit undur diri melalui jalan utama. Bukan jalan perkampungan yang tadi aku lewati waktu berangkat. Sudah biasanya Aku memilih melewati perkampungan karena secara matematis, meminjam rumus dari mbah Phytagoras, maka jalan yang di tempuh akan lebih cepat dibanding melalui jalan utama. Selain itu, jika melalui jalan utama, maka pasti akan melalui sebuah situs sakral yang sudah lama menjadi momok untuk warga setempat.

"iku ngunu jenenge wit bibis. Wit bibis iku ancen kaet mbiyen jaman mbah -- mbah biyen dipercoyo akeh penunggune koyoto, genderuwo, karo pocong" kata sesepuh desa setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun