Mohon tunggu...
Hamid Anwar
Hamid Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kelurahan

Pegawai kantor yang santai, sambil mengelola blog pribadi http://hamidanwar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengantar Pulang ke Alam Gaib

29 Oktober 2019   08:20 Diperbarui: 29 Oktober 2019   08:25 8788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, sumber: mimbar-rakyat.com

(tidak cerita punya masalah tuh, biasa-biasa saja langsung pulang)

Ibuku pun ikut menimpalinya juga yang kini sudah berdiri di belakangku

"lhayo wong maubengi yo do cekakak'an ro genjrang-genjreng tekan wengi ki. Coba ditelfon wae bocahe"

(lah iya tadi malam saja pada ketawa-ketawa sambil main gitar sampai malam tuh, coba ditelfon saja anaknya)

Kini ibunya Mudu terlihat semakin panik tp semakin melemah nada suaranya tidak selantang tadi saat awal-awal datang kesini. Terlihat seperti berfikir dalam banget dan terdiam sejenak. Sehabis menjawab pertanyaan ibuku dia langsung bertanya lagi kepadaku,

"Nek iso mbak, wes tak telfon ket mau raiso kok. Wong lawange yo iseh kuncinan sko njero kok isoh raono pit'e, tak kiro dicolong maling. Ning lak Mudu ra ngepit to maubengi le rene ?"

(kalau bisa mbak, sudah ditelfon dari tadi gak bisa kok. Pintunya juga masih dikunci dari dalam kok bisa raib motornya, aku kira dicuri maling. Tapi kan Mudu gak naik motor kan tadi malam kesininya ?)

Ibunya Mudu memang kalau memanggil Ibuku dengan sebutan mbak.

"mlaku kok, baline yo mlaku"

(jalan kaki kok, pulangnya juga jalan kaki), jawabku singkat dan kali ini aku merasa ada yang janggal karena pintunya masih dikunci dari dalam kok motor bisa ngilang sekalian sama orangnya gitu. Merasa aneh banget tapi belum sempat berfikir ke ranah mistis karena memang pikirannya masih keganjal pada pintu yang terkunci dari dalam itu, laah gimana coba tuh anak ngeluarinnya buat pergi lagi.

Setelah itu dia hanya pamit pulang dengan langkahnya yang lemas dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatifnya karena kekhawatiran dengan anaknya yang sebelumnya jarang bahkan mungkin belum pernah pergi seenaknya kayaka gini. Karena sejak balita aku sudah akrab dengan Mudu jadi aku juga tahu kalau dia gak bakalan seperti ini, bahkan untuk sekedar main ke rumahku pun dia bakalan pamit dulu ke ortunya, gak kayak aku yang main cabut aja mau pergi kemanapun. Itu sudah jadi kebiasaan di keluarganya dia untuk selalu pamit seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun