Mohon tunggu...
Hamid Anwar
Hamid Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kelurahan

Pegawai kantor yang santai, sambil mengelola blog pribadi http://hamidanwar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mau Jadi PNS? Siap-siap Multitasking

25 Oktober 2018   12:38 Diperbarui: 25 Oktober 2018   14:42 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya diterima menjadi CPNS tujuh tahun lalu. Background pendidikan saya rendahan, hanya SMK Teknik Komputer Jaringan (TKJ). Dengan pendidikan tersebut saya melamar lowongan posisi operator. Betapa bahagia waktu itu mengetahui bahwa saya 'beruntung' dan ditakdirkan menjadi PNS. Apalagi orang tua yang hanya orang desa nan awam.

Menurut Surat Keputusan (SK) pengangkatan saya, saya ditempatkan di sebuah kantor kelurahan yang berada di pinggiran kota sekitar wilayah daerah ibukota Jawa Tengah. Tentu saya menjadi bertanya tanya, akan jadi operator apakah saya? 

Ternyata setelah terjun, saya baru mengetahui bahwa job description saya adalah operator sistem informasi keuangan. Sebagai bocah TKJ, tentu hal-hal seperti ini mudah saja bagi saya. Bahkan saking mudahnya, pekerjaan menjadi operator aplikasi tersebut saya kerjakan sebentar-sebentar saja sudah selesai. Dan tidak setiap hari. Yaa.. namanya juga kantor kecil.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak birokrasi di negeri kita ini sering kali tidak menganut asas the right man on the right place, the right man on the right job. Tetapi yang terjadi adalah the have man on the high place, the near man (to the boss) on the nice position. Halah embuh. 

Intinya adalah banyak sekali perlakuan-perlakuan kepada orang yang punya uang untuk bisa menduduki jabatan tertentu. Atau orang-orang yang memiliki kedekatan dengan ; misal, kepala daerah bisa mengisi pos pos penting tertentu. 

Pembaca tentu ingat dengan kasus korupsi jabatan yang dilakukan bupati Klaten beberapa waktu lalu. Hal ini bisa saja dan mudah saja terjadi di manapun. Namun, pembuktiannya agak sulit karena biasanya sudah terstruktur.

Lepas dari masalah jabatan-jabatan. Khususnya di kantor saya yang notabene hanyalah kantor yang dianggap tidak penting oleh sebagian besar pegawai pemda, pengisian jabatannya pun saya anggap awur awuran. Ada seorang (maaf) bekas pegawai lapangan yang mengisi menjadi sekretaris kantor. Kan tidak benar. Hanya karena golongannya yang sudah tinggi, dia bisa mengisi pos tersebut sedangkan dari kualitas tidak masuk blas. Lha wong sama komputer saja tidak familiar, kok.

Adalagi seorang kepala seksi yang mengisi pos tersebut karena bosan dengan posisi lama, atas kedekatannya, ia bisa masuk ke kantor saya tetapi nol pengalaman di bidangnya. Tentu ini sangat membebani kantor.

Saya, sebagai pegawai termuda di kantor, paling enerjik sering menjadi incaran para pejabat untuk membantu mereka. Saya pribadi, bersyukur bisa bekerja seperti ini dan jika memang saya sedang tidak ada pekerjaan urgent, tentu siap membantu. 

Tapi lama kelamaan, mereka yang meminta bantuan justru tidak ingin belajar dari saya (karena merasa lebih senior) dan ketagihan minta bantuan saya. Ini kan repot namanya. Di satu sisi, jika pekerjaan tersebut tidak saya selesaikan, maka ini pertaruhan nama baik kantor. 

Tetapi jika saya selesaikan, ya pekerjaan utama saya keteteran. Akhirnya saya memilih ngeslow saja. Nggak apa -- apa target kantor tidak terpenuhi sepanjang pekerjaan yang merupakan tupoksi saya lancar jaya. Kalaupun ternyata nilai kinerja kantor jelek, kan yang jelek bukan berasal dari bidang saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun