Mohon tunggu...
hamdhani prasetyo
hamdhani prasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Seorang yang peduli akan kisah

Sarjana Komunikasi Universitas Bung Karno Jakarta dan Desain Komunikasi Visual - Akademi Teknologi Grafika Trisakti, pernah menjadi Aktivis AMANAD UBK - Jarkot (2003), pernah bekerja sebagai Staff Shooting TVC di DRTV Innovation Store (2008), pernah bekerja di Indopos dan Tangerangonline (2009), Ketua Harian FRPBA (Forum Penanggulangan Bencana Alam), pernah menjadi aktivis Greenpeace Indonesia - 1st Action Boat Team (2007), Koordinator Nasional Posraya Indonesia, pernah bekerja sebagai web content Kepresidenan RI (Joko Widodo), kini berkecimpung di dunia asuransi sebagai Agency Development PT Asuransi Sinarmas (2011-2014) dan PT Sompo Insurance Indonesia (2015-sekarang), serta pemerhati sejarah Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Supersonic Part 1

13 Desember 2018   11:37 Diperbarui: 13 Desember 2018   12:12 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEBUAH CATATAN MANIS

Part 1

No 1 Hai Kamu

Perkenalan dengannya dimulai sejak aku hadir di dunia ini. Dirinya sabar menunggu pada masa golden age ku. Saat terucap kalimat pertama dari mulutku, kulihat dia tersenyum bahagia dan menari-nari. Jelang masaku memasuki bangku Taman Kanak-kanak, dia coba membujukku dengan lagu-lagu riang. 

Bercerita tentang Satu yang ditambah Satu, bercerita tentang Dua,Tiga, Empat....yang dia sebut : Bilangan. Sepuluh adalah kata kunci awal, bila mencapainya kami akan tertawa riang.

 Bagian tersulit ialah menirukan serupa dengan simbol tangan, Satu mungkin mudah namun bagimana dengan Tiga dan Sembilan, sungguh jariku sulit. Berkatnya aku kian mahir dalam menentukan jumlah, hingga waktu Sekolah Dasar tiba.

Dia banyak memberiku surat yang mesti kupahami, terkadang harus wajib kubalas. Aku berpikir keras dan tak sembarang membalas, karena aku menghargainya. Masa Sekolah Dasar ini sungguh berbeda dengan masa awal kita berjumpa, sudah lewat masa kenangan dengan lagu-lagu riang darinya, saat bermain tebakan angka rahasia hingga berkata keras bilangan sambil menjejerkan mobilan. 

Masa ini, kami mulai menapaki jalan makadam curam diawal, guna mencapai jalan aspal mulus didepan. Aku dibisikannya kalimat-kalimat indah yang belum pernah kudengar, apakah ini dari Rune?

Surat dan kata-katanya masih kuingat, seperti

"Hai....takuhah kamu 241 + 25 - ( - 37 ) - 204 = ...." ungkapnya disuatu pagi. 

Terkadang, dia suka bercerita

"Hai....Sebulan yang lalu berat badanku 12,5 kg. Dua minggu kemudian naik lagi 0,75 kg karena suka mengemil. Namun berkat SKJ rutin, aku kemarin turun 4/5 kg. Berapa berat badanku sekarang ya, kamu tahu?" ujarnya manja. 

Dimasa ini kami sering bersama, tumbuh dimasa Sekolah Dasar ini berarti belajar memahami dunia dan manusia, hingga dia memberiku sebuah rahasia, sebuah rahasia yang memudahkan dan menyederhanakan hidup di dunia dan selaras dengan manusia, ya... dia membisikkan padaku dengan kata,

"Hai....pakalilah ini, Rumus namanya".

Ahh, Aku suka mendengarnya....darinya pula aku mengetahui banyak rahasia, darinya kutahu cara membaca isi hati lingkaran, cara bergandengan tangan dengan kubus, juga rahasia agar di peluk oleh limas. Dalam suatu peristiwa, dia menghiburku dengan memetik jari-jari dan mengetahui luas lingkarannya. Suatu ketika pula, dia menarikku, membawaku lari melesat cepat dari Hektometer ke Kilometer, melesat dengan 100 lompatan, ini luar biasa ungkapku. Aku rela bertemu dengannya setiap malam, setiap pagi, setiap hari, rasanya ingin kubermain selamanya.

No 2 Seragam Putih Biru

Gejolak diantara kami mulai timbul. Dia mulai marah dengan surat-suratnya, telebih dalam surat yang kuterima dalam Ujian Akhir Sekolah Dasar. Dia berteriak, kerjakan dalam tempo 90 menit. Apakah aku berhasil membalasnya, ya akhirnya aku berhasil walau tidak sempurna. 

Masa peralihan Sekolah Dasar menuju Sekolah Menangah itu menyenangkan, ada jeda kira-kira empat bulan masa libur. Masa-masa itu aku mulai melupakan dia, lebih sering kubersama teman baru. Lama-kelamaan samar dan asing nama dia bagiku dan semakin asing.

Putih biru, ya akhirnya aku secara resmi memakai seragam ini. Dengannya aku mulai lupa dan sungguh benar lupa. Justru, kini aku mulai akrab dengan sering bersurat dengan yang lain. Yang tidak butuh keseriusan, yang hanya butuh rangkaian kata retorik. 

Aku boleh lupa, namun tidak dengannya, surat-surat tetap berdatangan, sedang aku acuh tak acuh. Surat-suratnya enggan kubalas, aku lebih mengandalkan kawan yang ternyata lebih suka padanya, aku pasrah tanpa cemburu ketika kawanku menulis surat balasan. 

Oh, kau mulai banyak idola ternyata. Lama-lama suratnya dahulu yang kuingat sedikit demi sedikit mulai berhamburan keluar pikiran, lepas bak burung yang bebas ke angkasa.

Sampai suatu ketika, sebuah kejadian membuat kita bertengkar hebat, dia tahu, ya dia tahu bahwa aku tak benar-benar membalas suratnya. Dia tahu kawankulah yang membalas bukan diriku dengan coretanku yang khas ceker bebek. 

Akhirnya, dia melampiaskan kemarahannya, dengan menulis surat yang amat sangat penuh kata-kata amarah. Dia menulis di papan tulis dengan tujuan untukku, namaku besar tertulis di papan itu, aku harus membalasnya.

Oh, ciut nyaliku, bagaimana dia bisa tahu batinku, ah sungguh sial dan kenapapula dia bertindak nekat. Dilan pun akan marah bila dibeginikan, umpatku.

Tulisan itu sungguh jelas, dengan kalimat-kalimat khas. Aku merasakan ada kesedihan didalamnya. Sejenak aku terpaku diam, spidol hanya mampu kugenggam tanpa bisa kutulis balasan. Aku menunduk, malu rasanya. Tak pernah kubayangkan jadi seperti ini rasanya, bagaimana bisa dia mempermalukanku di depan banyak orang. Aku memang salah, tapi kau balas dengan salah juga, ungkapku.

"Jika sebuah bejana hati, berisi hanya  0,3 . Apa yang harus kamu isi yang seharusnya? Senangkah bukan pergi dengan Milimeter? Atau bersanding dengan Desimeter? Atau cukupkan aku dengan Quart! Jawab!", tulisnya.

 "Aku, minta maaf....aku tak bisa membalasmu" Tulisku.

Seketika suasana hening. Setelahnya, demi dirinya aku rela berdiri didepan kelas, ini memang salahku. Kulihat tulisannya masih bersih, seperti menungguku mengotorinya, sampai suatu ketika dia memilih seseorang untuk maju, maju kepadanya merelakan tercoreng. Kutahu ini bukan dirinya, walaupun dia tersenyum atas jawaban yang benar, tiba-tiba kulihat butiran itu menetes.

No 3 Sandal Jepit

Lelah rasanya kaki ini, namun aku harus terus berlari. Sekolah Kejuruan membuat adrenalin memuncak. Tap! ah, akhirnya aku berhasil menaiki bus yang berjalan sedang dan menjauh dari kerumunan liar yang mengejarku dengan beragam benda itu. Musim hujan membuat jalanan tanah becek, sandal jepit dan menggulung celana abu-abu jadi solusi. 

Bagaimana sepatuku, ah sudahlah biar dia beristirahat di rak sepatu rumah dulu. Payung hitam berujung besi melindungi dari hujan deras hari ini selain jadi senjata penangkis, kulihat di dalam tas selempang besarku satu buku tulis kusam nampak sedikit basah, sebentar aku berpikir, alamak aku lupa membawa potlot berkelir HB dan 2B, hari ini adalah ujian Gambar Bangunan, bagaimana ini.

Dari bangku belakang, rasanya tak asing melihat. Sebuah kalimat yang rasanya kukenal terlulis dalam sebuah buku berjarak 2 bangku didepanku. 

Kalimat itu serasa mengingatku akan sesuatu, namun entah apakah itu. Lamunanku buyar, teriakan Taman Bunga menandakan sudah sampai dekat sekolahku dan segera bergegas turun. 

Tapi tunggu, apakah ini yang menusuk dipahaku tatkala sesorang mendorongku, sakit dan sepertinya akan berdarah. Rasa ini sepertinya kukenal, tajam yang khas, ah betul, ternyata potlot ku yang runcing ada dikantung dan menusuk pahaku, yeah.

"Aku  sabar menunggu tanpa padam ditegangan 220 volt. Namun kini aku hanya sanggup menghasilkan kuat arus listrik sebesar 0,25 untuk mencari dirimu dan semakin melemah. 

Dapatkah kau tahu berapa dan sampai kapan daya ku? Berapa lama lagi besaran energiku sanggup bertahan untuk 12 jam saja?"

Itu kata-kata yang kubaca dalam buku di bus kemarin pagi. Encer rasanya otakku masih mengingat walau sekilas. Tanpa kusadari aku menulis, ya aku menulis sebuah jawaban. Ada perasaan lain menyergap, seakan sebuah kenangan mencoba memanggil. Aku menulis :

Kau mau jawaban jujurku? Aku tahu semua yang diketahui

V =220 v
I= 0,25A
t = 12 jam x60 x60 =43200s


Kamu menanyakan sampai kapan P dan berapa kesanggupan W ?
Akan ku jawab :


P = I x V
= 0,25 x 220
= 55 watt Dayamu

W = I x V xt
= 0,25 x 220 x 43.200
=2.376.000 j / 1000
=2376 kj Besar Energimu

Tapi aku tetap tak tahu kamu siapa.....

-Hamdhani W Prasetyo-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun