Mohon tunggu...
Hamdanul Fain
Hamdanul Fain Mohon Tunggu... Penulis - Antropologi dan Biologi

Membuat tulisan ringan. Orang Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berburu(h) Kesejahteraan di Tengah Perubahan Iklim

2 Mei 2023   09:10 Diperbarui: 2 Mei 2023   09:19 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berburuh adalah jalan berburu kesejahteraan. Berkorban tenaga, waktu, dan pikiran agar asap dapur tetap mengepul. Kebijakan yang pro oligarki seringkali mempecundangi nasib buruh. Bagai jatuh tertimpa tangga, setelah diiringi aturan-aturan yang tidak pro buruh, kondisi alam juga kurang bersahabat. Di tengah perubahan iklim, nasib buruh di tengah perburuan kesejahteraan menjadi semakin berat.

Baru saja di depan mata, kita disuguhkan berbagai bencana. Banjir, longsor, gempa bumi, sampai bencana virus korona. Semuanya berawal dari perubahan iklim secara global yang disebabkan oleh ulah kita sendiri sebagai manusia.

Sebagai ilustrasi, hampir 23 juta pekerja di sektor wisata yang ada di Indonesia (catatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia), terpengaruh covid-19. Betapa terpuruknya ekonomi keluarga, disamping semakin jauh panggang dari api untuk menyandang kata sejahtera itu. Bersyukur kondisi telah normal, meskipun harus tetap waspada kehadiran bencana serupa.

Banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor adalah tiga jenis bencana dengan angka kejadian paling tinggi berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2022. Banjir di Indonesia tercatat 1.506 kejadian, cuaca ekstrem 1.045 kejadian, dan tanah longsor 633 kejadian.

Menurut data BNPB 2022, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur adalah tiga daerah dengan kejadian bencana tertinggi. Sebagai daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, tentunya jumlah buruh juga berbanding lurus. Keseharian menjadi buruh di daerah dengan jumlah kejadian bencana pastinya tidak mudah.

Indonesia sebagai negara yang kaya sumberdaya keanekaragaman hayati, ternyata menduduki posisi enam besar negara penghasil emisi metana, di bawah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Rusia dan Brazil. (Berdasarkan catatan International Energy Agency, produksi emisi metana Indonesia mencapai 14 juta ton). Posisi enam besar dalam menyumbangkan emisi perusak kestabilan siklus alam yang dapat memperparah bencana alam, tentu bukan prestasi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama.

Niat yang kuat untuk berburu kesejahteraan tidaklah cukup bagi buruh. Selain butuh back up kebijakan yang pro buruh dan anti oligarki, juga perlu diiringi oleh kebijakan pro lingkungan di segala lini. Mau atau tidak, buruh sebagai manusia akan selalu berhubungan erat dengan kondisi lingkungannya. Baik kondisi alam, maka baik pula jalan setapak demi setapak menuju kesejahteraan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun