Mohon tunggu...
HAMDAN
HAMDAN Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen

Bekerja sebagai Dosen di IAIN Takengon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Al Quran Berbicara tentang Petani

12 Juni 2020   06:37 Diperbarui: 12 Juni 2020   08:45 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   Sebagai seorang teman temannya yang beriman berusaha menyelamatkannya dengan  menasehatinya agar mengingat Allah dengan mengatakan"apakah kamu kafir kepada Allah yang menciptakan kamu dari tanah,kemudian dari setetes air mani,kemudiaan menjadan kamu sebagai seorang laki-laki yang sempurna,dan kenapa kamu tidak mengatakan setiap kamu memasuki kebun kamu dengan mengucapkan"dengan kehendak Allah ini terwujud,tidak kekuatan kecewali dengan pertolongan Allah,sekiranya kamu menganggap aku lebih sedikit harta dan keturunan,mudah-mudahan tuhanku akan memberi kepadaku,kebun yang lebih baik dari kebunmu ini,dan mudah-mudahan Dia mengirim petir dari langit kepada kebunmu,sehingga menjadikan tanah yang licin,dan airnya surut kedalam tanah".

  Apa yang dikatakan sahabat  pemilik kebun tersebut jadi kenyataan dimana harta kekayaannya dibinasakan lalu dia membolak balikan kedua tangannya sebagai tanda menyesal terhadap kehilangan modal besar yang sudah dibelanjakan untuk perkebunan tersebut,dengan penuh penyesalan dia mengucapkan aduh seandainya dahulu saya beriman kepada tuhanku.

  Dalam Q.S.Al-qalam(68) ayat-33:konon seorang ayah memiliki kebun,setiap panen,dia berbagi  kepada yang membutuhkan,pemilik kebun tersebut memiliki 3 orang anak ketika sang ayah wafat,kebun tersebut diwariskan kepada anaknya,sehingga menjadi kaya raya,sayang ketiga anaknya adalah orang yang sangat kikir,sehingga tidak mau memberikan hak-hak fakir miskin,sebagai mana yang pernah dilakukan oleh orang tua mereka,

oleh karena itu mereka mengusulkan agar memetik hasilnya pada malam hari agar tidak diketahui orang miskin dan fakir miskin,namun ketika mereka sampai pada kebun tersebut,mereka sudah menemukan kebun tersebut telah hancur mereka berkata"sesungguhnya kita adalah orang-orang yang sesat,dan bahkan kita dihalangi untuk memperoleh hasilnya,dan salah seorang yang paling baik pikirannya diantara mereka mengatakan:bukan kankah aku telah mengatakan kepada mu,hendaklah kamu bertasbih kepada tuhanmu,mereka mengucapkan''maha suci tuhan kami sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim,

mereka saling berhadapan sambil saling mencela dan menyalahkan,mereka mengatakan aduhai celakalah kita,sesungguhnya kita adalah orang yang yang melampoi batas,mudah-mudahan tuhan kita memberikan ganti kepada kita,dengan kebun yang lebih baik dari kebun itu,sesungguhnya kiat mengharapkan ampunan dari tuhan kita,seperti itulah azab dunia,sesungguhnya azab akhirat itu lebih besar seandainya mereka mengetahui.

 Dalam Q.S.Assaba' ayat 15-16 Allah menceritakan tentang bangsa Saba' di Yaman yang mempunyai kebun yang begitu luas dan subur disebabkan ada satu bendungan yang sangat besar yang mampu mencukupi kebutuhan pertanian mereka,sehingga mereka mengalami kemakmuran dengan hal tersebut,namun mereka mengingkari  dan tidak mau bersyukur terhadap nikmat Allah,sehingga menyebabkan hancur nya bendungan yang megah tersebut yang menyebabkan kehancuran pertanian mereka.

  Pada dasarnya ayat tentang  pertanian menurut kajian tafsir ilmi sangat banyak namun cerita tersebut  merupakan riwayat orang yang bertani dan berkebun dalam perspektif al-Quran  namun ada  pelajaran yang mampu dipetik dari kisah-kisah yang diabadikan oleh kitab suci alquran adalah:

pada dasarnya  tidak ada jaminan bahwa satu profesi yang ada kendati pun jenisnya adalah profesi yang halal bahwa profesi tersebut lebih dekat kepada kebaikan, seperti halnya  hal nya  dengan bertani dikatakan lebih dekat kepada kebaikan  dikarenakan yang kita petik  dan diperoleh adalah halal akan tetapi  hal  tersebut tergantung  kepada upaya dan juga usaha kita untuk memperoleh hidayah dengan segala kemampuan yang  kita miliki.

  Dalam riwayah-riwayah tersebut sangat jelas menyatakan pada hakikatnya bertani jika memang tidak didasari rasa syukur dan juga tidak mempunyai keimanan kendatipun seseorang bisa menjaga panca indra dari maksiat,namun  jika hati dan syahwatnya tidak dapat dikontrol maka segala nikmat yang diberikan Allah didepan matanya akan diingkarinya,disamping itu mempehatikan hak-hak orang dalam harta pertaniannya  baik yang berbentuk zakat baik 5% ataupun 10% tergantung kepada modalnya ,infaq dan shadaqah adalah sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

dokpri
dokpri
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun