Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Sana Bau di Situ Tidak Bau

2 Januari 2022   18:15 Diperbarui: 2 Januari 2022   18:34 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu Amaq Mahrim berangkat lebih pagi dari biasanya. Bahkan ketika burung kesayangannya belum selesai berkicau, ia sudah beranjak sembari membawa cangkulnya ke ladang dengan penuh semangat. Oh ya, kata "Amaq" sendiri merupakan panggilan untuk seorang bapak dalam bahasa sasak. 

Tak lama ketika Maq Mahrim sedang membersihkan ladangnya, terlihat dua orang muda mudi datang menghampirinya dari kejauhan. Nampaknya dua orang muda mudi itu adalah seorang wisatawan dari Jakarta yang ingin mengunjungi sebuah tempat wisata yang baru dibuka di desa itu.

Sepertinya sebuah tempat wisata yang begitu indah sampai menarik hati wisatawan luar untuk berkunjung ke sana. Seorang dari mereka bertanya kepada Maq Mahrim, "Selamat pagi Pak, kami sedang mencari lokasi wisata Bukit Tiga Rasa yang ada di desa ini, tetapi sepertinya kami tersesat, apakah bapak tahu disebelah mana lokasinya?". 

Amaq Mahrim terlihat kebingungan harus menjawab apa, maklum saja bahwa ia hanya lulusan SD dan tidak terlalu akrab dengan bahasa Indonesia. Namun perlahan Maq Mahrim mencoba untuk menafsirkan kata yang sekiranya ia tahu. Mendengar pemuda tadi sempat menyebut kata "Bukit Tiga Rasa" dan mereka terlihat asing bagi Maq Mahrim, akhirnya Maq Mahrim berpikir bahwa mereka adalah wisatawan yang ingin mengunjungi Bukit Tiga Rasa, tapi bingung arah jalan menuju kesana.

Setelah lama berpikir Maq Mahrim sontak menjawab, "Disana bau, disitu tidak bau" sambil menunjuk sebuah pertigaan di depannya. Mereka pun kemudian beranjak pergi dan mengikuti arahan Maq Mahrim. 

"Kata bapak tadi, disina bau disitu tidak bau, mmm apakah jalan yang yang disana tempat warga banyak membuang kotoran sampai-sampai jalanannya menjadi bau" canda mereka sambil terus berjalan. Naasnya mereka pun mengikuti jalan yang tidak bau tersebut. Mengapa naas? Setelah berjalan kurang lebih satu kilo ternyata jalanannya buntu. 

Usut punya usut, ternyata kata "Bau" yang dimaksud Maq Mahrim bukanlah kata "Bau" dalam bahasa Indonesia, melainkan "Bau" dalam bahasa sasak, yang artinya "Bisa". Sehingga maksud Maq Mahrim sebenarnya adalah "Disana bisa, disitu tidak bisa".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun